Sunday, January 6, 2019

Mitos pelangi

Pelangi di Desa Barania
Minggu 06 januari 2019 pukul 18.07


11 Juni 1855, dua ilmuwan Jerman, yaitu Gustav
Kirchoff dan Robert Bunsen berhasil memisahkan
spektrum warna yang menyusun cahaya matahari
dengan menggunakan prisma. Pemisahan warna-
warna matahari ini juga terjadi secara alami ketika
munculnya pelangi setelah terjadinya hujan. Pelangi
merupakan hasil proses pemisahan warna-warna
matahari oleh tetesan-tetesan air. Jauh sebelumnya,
tahun 1700-an, Newton telah menemukan konsep
tentang spektrum cahaya, yaitu bahwa cahaya putih
ternyata merupakan gabungan dari spektrum yang
terdiri dari warna-warni pelangi. Fenomena
munculnya pelangi tentu merupakan sesuatu hal yang
biasa dalam bidang teknologi. Kendati demikian,
dalam pandangan orang Lio, munculnya pelangi
merupakan peristiwa yang sangat mendatangkan
berkah. "Pelangi" dalam bahasa Lio (Flores NTT) sering
disebut "Nipa Moa". Nipa berarti Ular dan Moa berarti
Haus (kehausan) Jauh sebelum mengenal teknologi
canggih, masyarakat Lio kerap melihat Nipamoa
sebagai fenomena alam yang sangat luar biasa
dipandang sehingga masyarakat beranggapan bahwa
kemunculannya sebagai berkah yang diberihkan Yang
Maha Kuasa untuk kesuburan tanah disekitar. Dari
berbagai sumber legenda yang masih samar, acap kali
muncul pula cerita magis mengenai kehadiran
nipamoa dalam tataran kehidupan sosial budaya
masyarakat Lio. Sejak Ratusan bahkan ribuan tahun
yang lalu, masyarakat Lio sering mengkaitkan dan
menghubungkan nipamoa dengan tata cara bercocok
tanam agar mendatangkan hasil yang melimpah dari
sawah dan ladang. Sehingga kadang masyarakat
beranggapan bahwa "Nipamoa" sebagai sesosok
mahluk yang berwujud mirip ular dalam pewayangan
yang turun dari langit. Mitos mengenai nipamoa itu
sendiri bahkan telah membahana dari generasi ke
generasi sehingga sulit ditampik dari kebiasaan
kehidupan masyarakat Lio. Pembuktian mengenai
legenda mahluk yang mirip ular ini tentunya didasari
pengalaman nyata dari masyarakat Lio itu sendiri
sehingga munculah berbagai spekulasi tentang
nipamoa. Meskipun selalu dikaitkan dengan sosok
mahkluk yang mirip ular namun hal ini tidak serta
merta melahirkan perspektif yang menyeramkan pula,
justru sebaliknya masyarakat selalu beranggapan
bahwa nipamoa adalah suatu keagungan dan
kecantikan semesta serta dihiasi keindahan berbagai
warna - warni yang tertampak seperti dalam lagu-lagu
kanak-kanak yang sering terdengar. Konon, menurut
cerita masyarakat setempat, pada saat kemunculan
nipamoa, yang pertama sekali diperhatikan adalah
posisi dan arah turunnya pelangi serta posisi aliran air
(kali) sehingga muncul pula berbagai dugaan dari
masyarakat. Berikut ini Sebagai contoh untuk
menguatkan dugaan masyarakat tersebut adalah: Pada
saat hujan turun, misalnya di wilayah Kelimutu secara
tidak terduga tiba-tiba Nipamoa muncul disekitar
danau Kelimutu, maka munculah berbagai pemikiran
masyarakat bahwa Nipamoa tersebut turun dan
minum air di danau kelimutu dan tempat itu telah
diberihkan berkah. Bahkan ada pula orang - orang
tertentu yang menyatakan diri berpapasan secara
langsung dengan sosok mahkluk mirip ular yang turun
dari langit yaitu nipamoa seperti dalam dongeng
(Fiksi), sehingga orang tersebut dianggap mempunyai
kesaktian yang luar biasa yang didapat dari atau
dalam bahasa Lio disebut "Sakasera". Dari sederet
fenomena tentang nipamoa, hal yang paling
menakjubkan adalah adanya sinkronisasi mutlak
antara nipamoa dan pola bercocok tanam masyarakat
setempat. Bukan itu saja, bahkan masyarakat Lio
sangat mahir menguraikan dan menghubungkan
semua benda-benda langit seperti rasi bintang, bulan
dan matahari sebagai patokan untuk bertani ataupun
berladang sebagaimana hal yang sudah dilakukan
secara turun temurun dan itu terbukti sangat ampuh.
Pola dan konsep semacam ini tentu sangat unik untuk
jaman seperti sekarang ini yang serbah canggih. Dari
segi teknologi dan ilmu metereologi tentu hal ini sangat
berbanding terbalik hingga 180 derajat dengan apa
yang terjadi dalam masyarakat Lio. Kendati demikian,
apa yang diyakini oleh masyarakat Lio patut dihargai
karena pola bertani dan berladang yang berdasarkan
fenomena alam ini sudah diwariskan oleh Leluhur
ribuan tahun lalu. Itulah kebesaran Tuhan yang tidak
pernah terjangkau oleh nalar manusia. Semesta yang
perkasa telah menggambarkan kepada manusia dalam
lintas hidup yang sangat singkat agar manusia akan
terus ingat akan kebesaran Tuhan karena manusia
hanyalah seperti onggokan daging dan tulang yang
dapat musnah dalam sekejap. Sekian

No comments:

Post a Comment

pengobatan lama menikah belum punya anak

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

BISNIS 2018