posting : Junetfhoto.blogspot.com
channel youtube : bang junetfhoto
MAKALAH
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DAN PERCERAIAN
DI
SUSUN OLEH :
RISKA.
A
NIS
: 0368
KELAS : XII IPS satu
SMA NEGERI 14 SINJAI
TP.2017/2018
Kata
pengantar
Dengan nama Allah yang maha
pengasih dan Maha penyayang, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
atas segala nikmat dan karunia-Nya, dan semua yang telah dianugrahkan-Nya kepada penulis. Salawat dan salam semoga
senantiasa dilimpahkan kepada pembawa risalah Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, rasul
yang berjasa besar kepada kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan
.Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam dengan judul “Hak dan
kewajiban suami istri” .
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang hubungan terkaitan tentang kerja sama dan hak-hak dalam
berkeluarga, khususnya menjalin hubungan dan hak-hak kewajiban dalam suatu
rumah tangga yang akan kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Untuk itu demi kesempurnaan makalah
ini dalam penyajiannya kami mohon bimbingan dan pengarahan dari para pembaca,
dan teman-teman sekalian. Demikian, semoga makalah ini dapat bermafaat.
Sinjai
Barat, 22 Oktober 2017
Wassalam
RISKA. A
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL .................................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR................................................................................................................
ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
A.
LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1
B.
RUMUSAN MASALAH................................................................................................ 1
C.
TUJUAN.......................................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................................ 2
I.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI
ISTRI…………………………………..............2
A. PENGERTIAN
HAK DAN KEWAJIBAN……………………………………….2
B. MACAM-MACAM
HAK SUAMI DAN ISTERI………………………………..2
II.
PERCERAIAN DAN
JENIS-JENISNYA………………………………………..…..6
1. CERAI
TALAQ…………………………………………………………….…..…6
2. CERAI
TA’LIQ……………………………………………………………..…….7
3. CERAI
KHULU………………………………………………………..…………7
4. CERAI
FASAKH……………………………………………………….….……..8
5. CERAI
LI’AN………………………………………………………………...…..9
BAB
III PENUTUP............................................................................................................. …..10
A. KESIMPULAN...................................................................................................... 10
B.
SARAN………………………………………………………………..................10
DAFTARPUSTAKA……………………………………………………………………...……...11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Islam memandang hubungan antara suami dan
istri bukan hanya sekedar kebutuhan semata, tetapi lebih dari itu Islam telah
telah mengatur dengan jelas bagaimana sebuah hubungan agar harmonis dan tetap
berlandaskan pada tujuan hubungan tersebut, yakni hubungan yang dibangun atas
dasar cinta kepada Allah Swt.
Oleh karena itu untuk mewujudkan keluarga yang diliputi
oleh ketenangan, diselimuti cinta kasih dan jalinan yang diberkahi, Islam telah
mengajarkan kepada Sang Nabi bagaimana jalinan antara suami dan istri ini bias
sejalan, dapat seia dan sekata.
Maka, melalui makalah ini insyaAllah penulis akan
mengupas beberapa yang berkaitan tentang hak dan kewajiban antara seorang suami
dengan istri. Hak yang didasarkan pada kesadaran bukan sekedar kebutuhan, dan
kewajiban yang didasari pada kasih sayang dan bukan hanya menjalankan tugas
belaka.
B. RUMUSAN
MASALAH
a) Apa
pengertian hak dan kewajiban serta apa yang menimbulkan terjadinya hak dan kewajiban ?
b) Apa sajakah
hak dan kewajiban suami terhadap istri?
c) Apa sajakah
hak dan kewajiban istri kepada suami?
d) Apa sajakah
hak dan kewajiban bersama antara suami dan istri?
e) pengertian
perceraian
f) Jenis-jenis
Perceraian
C. TUJUAN
a) Untuk
mengetahui pengertian dan penyebab timbulnya hak dan kewajiban
b) Untuk
mengetahui hak dan kewajiban suami kepada istri, istri kepada suami serta
kewajiban bersama antara suami dan istri.
c) untuk
mengetahui pengertian perceraian
d) untuk
mengetahui jenis – jenis perceraian
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
HAK
DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
A. PENGERTIAN
HAK DAN KEWAJIBAN
Hak adalah kekuasaan seseorang untuk
melakukan sesuatu sedangkan kewajiban sesuatu yang harus di kerjakan.
Berbicara tentang kewajiban suami dan hak suami istri
alangkah baiknya kita mengetahui apakah sebenarnya kewajiban dan hak itu.
Drs.H.Sidi Nazar Bakry dalam buku karanganya yaitu “kunci keutuhan rumah tangga
yang Sakinah” mendefenisikan bahwa kewajiban dengan sesuatu harus dipenuhi dan
dilaksanakan dengan baik. Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
Dari defenisi di atas dapat kita simpulkan bahwa
kewajiban suami istri adalah sesuatu yang harus suami laksanakan dan penuhi
untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri adalah sesuatu yang harus istri
laksanakan dan lakukan untuk suaminya. Begitu juga dengan pengertian hak suami
adalah sesuatu yang harus diterima suami dari istrinya. Sedangkan hak isteri
adalah sesuatu yang harus di terima isteri dari suaminya. Dengan demikian
kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya untuk memenuhi hak isteri.
Demikain juga kewajiban yang dilakukan istri merupakan upaya untuk memenuhi hak
suami, sebagaimana yang di jelaskan Rasulullah SAW :
اﻻ إن ﻟﮝﻢ ﻋﻠﻰ ﻧﺴﺎﺋﮝﻢ ﺣﻗﺎ
ﻮﻟﻨﺴﺎﺋﮝﻢﻋﻠﻴﮑﻢ ﺣﻗﺎ
Artinya : “ketahuilah, sesungguhnya kalian mempunyai hak
yang harus (wajib) ditunaikan oleh
isteri kalian dan kalianpun memiliki hak yang harus (wajib) kalian
tunaikan” (HR; Shahil ibnu Majh no.1501,
Tirmidzi II 315 no.1173 den Ibnu Majah I 594 no.1815).
B. MACAM- MACAM
HAK SUAMI DAN ISTERI
Hak-hak dalam
perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hak bersama, hak isteri yang
menjadi kewajiban suaminya dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri.
1. Hak
bersama-sama
Hak bersama-sama antara suami dan isteri adalah sebagai
berikut:
a. Halal
bergaul antara suami isteri dan masing masing dapat bersenang-senang antara
satu sama lain.
b. Terjadi
mahram semenda : isteri menjadi mahram ayah suami, kakeknya, dan seterunya ke
atas, demikian pula suami menjadi mahram ibu isteri, neneknya, dan seterusnya
ke atas.
c. Terjadi
hubungan waris-mewaris antara suami dan isteri sejak akad nikah di laksanakan.
Isteri berhak menerima waris atas peninggalan suami. Demikian pula, suami
berhak waris atas peninggalan isteri, meskipun mereka belum pernah melakukan
pergaulan suami isteri.
d. Anak yang
lahir dari isteri bernasab pada suaminya (apabila pembuahan terjadi sebagai
hasil hubungan setelah menikah).
e. Bergaul
dengan baik antara suamidan isteri sehingga tercipta kehidupan yang harmonis
dan damai. Hal ini telah di jelaskan dalam Al-quran surah An.nisa ayat 19 yang
memerintahkan:
... وَعَاشِرُ هُنَّ
بِالْمَعْرُوْفِ ... (النسا )
“……… dan gaulilah isteri-isterimu itu
dengan baik”
Mengenai hak dan kewajiban bersama suami isteri,
Undang-Undang Perkawinan menyabutkan dalam Pasal 33 sebagai berikut, “Suami
isteri wajib cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan
lahir batin yang satu kepada yang lain”
2. Hak-hak
isteri
Hak- hak isteri yang menjadi kewajiban suami dapat di
bagi menjadi dua, yatu: hak- hak kebendaan, yaitu mahar (maskawin) serta
nafkah, dan hak-hak bukan bendaan, misalnya berbuat adil di antara para isteri
(dalam perkawanan poligami), tidak berbuat hal-hal yang merugikan isteri dan
sebagianya.
a. hak-hak
kebendaan
a) Mahar
(maskawin)
QS. An-Nisa ayat 24 memerintahkan, “dan berikanlah
maskawin kepada perempuan-perempuan (yang kamu nikahi ) sebagai pemberian
wajib. Apabila mereka dengan senang hati memberikan berbagia maskawin kepadamu.
Ambillah dia sebagai makanan sedap lagi baik akibatnya.
Dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat di peroreh suatu
pengertian bahwa maskawin itu adalah harta pemberian wajib dari suami terhadap
istri, dan merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh diganggu oleh
suami, suami hanya di benarkan ikut makan maskawin apabila diberikan oleh
isteri dengan sukarela.
b) Nafkah
Nafkah adalah mencukupkan segala keperluan isteri,
meliputi makan, pakaian, tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan,
meskipun isteri tergolong kaya.
QS. Ath-Thalaq ayat 6 menyatakan “tempatkanlah
isteri-isteri dimana kamu tinggal menurut kemampuanmu; jangalah kamu menyusahkan
isteri-isteri untuk menyempitkan hati mereka. Apabila isteri-isteri yang kamu
talak itu dalam keadaan hamil, berikanlah nafkah kepada mereka hingga
bersalin….”
Dari ayat di atas dapat di simpulkan pula bahwa nafkah
merupakan kewajiban suami dalam membahagiakan isterinya baik lahir maupun batin
dengan cara mencukupkan kebutuhan yang dapat memcukupkan segala kekurangannya
dengan maksud meringankan beban padanya.
b. Hak-hak
bukan kebendaan
Hak- hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami
terhadap isterinya, disimpulkan dalam perintah QS. An-Nisa ayat 19 agar para
suami menggaui isterinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-ahal yang
tidak disayangi, yang terdapat pada isteri. Menggauli isteri dengan makruf
dapat mencakup:
a) Sikap
menghargai, menghormati, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan
taraf hidupnaya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang di
perlukan.
b) Melindungi
dan menjaga nama baik isteri
suami berkewajiban melindungi isteri serta menjaga nama
baiknya. Hal ini tidak berarti bahwa suami tidak harus menutup-nutupi kesalahan
yang memang terdapat pada isteri. Namun, adalah sebuah kewajiban suami agar
tidak membeberkan kesalahan-kesalahan isteri kepada orang lain.
c) Memenuhi
kebutuhan kodrat (hajat) biologis isteri
Hajat biologis adalah kodrat pembawaan hidup. Oleh karena
itu, suami wajib memperhatikan hak isteri dalam hal ini. Ketentraman dan
keserasian hidup perkawinan antara lain ditentukan oleh faktor hajat biologis
ini. Kekecewaan yang dialami dalam masalah ini dapat menimbulkan keretakan
dalam hidup perkawinan, bahkan tidak jarang terjadi penyelewengan isteri
disebabkan adanya perasaan kecewa dalam hal ini.
3. Hak-hak
suami
Hak-hak suami
yang wajib dipenuhi isteri hanya merupakan hak-hak bukan kebendaan sebab
menurut hukum Islam isteri tidak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan
untuk mencukupkan kebutuhan hidup keluarga. Bahkan, lebih diutamakan isteri
tidak usah ikut bekerja mencari nafkah jika suami memang mampu memenuhi
kewajiban nafkah keluarga dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat
mencurahkan perhatiannya untuk melaksanakan kewajiban membina keluarga yang
sehat dan mempersiapkan generasi yang saleh. Kewajiban ini cukup berat bagi
isteri yang memang benar-benar akan melaksanakan dengan baik. Namun, tidak
dapat dipahamkan bahwa Islam dengan demikian menghendaki agar isteri tidak
pernah melihat dunia luar, agar isteri selalu berada di rumah saja. Yang
dimaksud ialah agar isteri jangan sampai ditambah beban kewajibannya yang telah
berat itu dengan ikut mencari nafkah keluarga. Berbeda halnya apabila keadaan
memang mendesak, usaha suami tidak dapat menghasilkan kecukupan nafkah
keluarga. Dalam batas-batas yang tidak memberatkan, isteri dapat diajak ikut
berusaha mencari nafkah yang diperlukan itu.
Hak-hak suami dapat disebutkan pada pokoknya ialah hak
ditaati mengenai hal-hal yang menyangkut hidup perkawinan dan hak memberi
pelajaran kepada isteri dengan cara yang baik dan layak dengan kedudukan suami isteri.
1) Hak di
taati
Q.S. An-Nisa : 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki
(suami) berkewajiban memimpin kaum perempuan
(isteri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum perempuan (dari
segi kodrat kejadiannya), dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah untuk
keperluan keluarganya.
Isteri-isteri yang saleh adalah yang patuh kepada Allah
dan kepada suami-suami mereka serta memelihara harta benda dan hak-hak
suami,meskipun suami-suami mereka dalam keadaan tidak hadir, sebagai hasil
pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada isteri-isteri itu. Hakim
meriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :
سَألْتُ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : اَىُّ النَّاسِ أَعْظَمُ حَقَّا عَلَى
الْمَرْأَةِ ؟ قَالَ : زَوْجُهَا. قَالَتْ : فَأَ ىُّ النَّاسِ اَعْظَمُ حَقَّا
عَلىَ الرَّ جُلِ ؟ قَالَ : اُمُّهُ (رواه الحا كم)
Artinya:“Dari Aisyah, ia berkata : Saya bertanya kepada
Rasulullah SAW : Siapakah orang yang paling besar haknya terhadap perempuan?
Jawabnya : Suaminya. Lalu saya bertanya lagi: Siapakah orang yang paling besar
haknya terhadap laki-laki? Jawabannya: Ibunya.”
Dari bagian pertama ayat 34 Q.S. : An-Nisa tersebut dapat
diperoleh ketentuan bahwa kewajiban suami memimpin isteri itu tidak akan
terselenggara dengan baik apabila isteri tidak taat kepada pimpinan suami. Isi
dari pengertian taat adalah :
1. Isteri
supaya bertempat tinggal bersama suami di rumah yang telah disediakan
2. Taat kepada
perintah-perintah suami, kecuali apabila melanggar larangannya
3. Berdiam
di rumah, tidak keluar kecuali dengan izin suami
4. Tidak
menerima masuknya seseorang tanpa izin suami
2) Hak memberi
pelajaran
Bagian kedua dari ayat 34 Q.S. An-Nisa mengajarkan,
apabila terjadi kekhwatiran suami bahwa isterinya bersikap membangkang
(nusyus), hendaklah nasihat secara baik-baik. Apabila dengan nasihat, pihak
isteri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah tidur dengan isteri.
Apabila masih belum juga kembali taat, suami dibenarkan member pelajaran dengan
jalan memukul (yang tidak melukai dan tidak pada bagian muka).
II . PERCERAIAN DAN JENIS-JENISNYA
Perceraian ialah perihal (kejadian) bercerai
(antara suami isteri). Perceraian bermaksud menamatkan hubungan perkahwinan
sama ada dengan pilihan suami atau dengan keputusan qadi. Perceraian dari segi
bahasa bermaksud berpisah. Dari segi istilah pula bermaksud keruntuhan hubungan
perkahwinan dan terputusnya hubungan suami isteri dengan bersebab.
1.
Cerai Talaq
Perceraian secara talaq berlaku apabila
kedua-dua pihak suami dan isteri bersetuju untuk bercerai secara baik, atau
suami membuat keputusan untuk menceraikan isteri dengan lafaz talaq.
Talaq terbagi kepada dua yakni:
i) Talak sharih (langsung)
Talak sharih adalah ucapan talak secara jelas dan
eksplisit yang apabila diucapkan kepada isteri, maka jatuhlah talak/perceraian
walaupun suami tidak berniat untuk cerai. Seperti contoh apabila suami berkata,
"Aku ceraikan kau." atau "Kamu diceraikan." kepada isteri.
ii) Talak kinayah (tidak langsung, implisit)
Talak kinayah adalah lafaz yang mengandungi makna
perceraian yang tersirat tetapi tidak secara langsung. Contohnya ayat,
"Pulanglah pada orang tuamu!" yang dilafaz oleh suami.
Juga termasuk dalam talak kinayah adalah talak sharih
(langsung) yang dibuat secara tertulis atau melalui SMS.
2.
Cerai Ta'liq
Ta'liq didefinisikan mengikut Undang-undang Keluarga
Islam sebagai lafaz perjanjian yang dibuat oleh suami selepas akad nikah.
Perceraian secara ta'liq berlaku apabila suami melanggar ta'liq yang dibuat
olehnya semasa upacara akad nikah.
Amalan ta'liq ini walaupun tidak wajib mengikut hukum
Syara', tetapi ia boleh diterima pakai berdasarkan kepada persetujuan kedua-dua
pihak. Lafaz ta'liq yang dibuat oleh suami semasa upacara akad nikah ini
berbeza mengikut negeri.
Contoh lafaz ta'liq selepas akad nikah:
“Saya mengaku apabila saya tinggalkan isteri saya (nama
isteri) selama empat bulan hijrah berturut-turut atau lebih dengan sengaja atau
paksaan, dan saya atau wakil saya tiada memberi nafkah kepadanya selama tempoh
yang tersebut pada hal ia taatkan saya atau saya melakukan sebarang mudarat
kepada tubuh badannya, kemudian ia mengadu kepada mahkamah syariah, dan apabila
sabit aduannya di sisi mahkamah syariah, dan ia memberi kepada Mahkamah
Syariah, yang menerima bagi pihak saya satu ringgit maka pada ketika itu
tertalak ia dengan cara talak khulu'.”
3.
Cerai Khulu'
Perceraian secara khulu' merupakan salah satu
alternatif perceraian yang boleh berlaku dengan penawaran oleh pihak isteri
untuk bercerai dengan suaminya dengan menawarkan sejumlah wang atau harta
sebagai pampasan.
Perceraian berlaku dengan lafaz talaq oleh suami apabila
dia bersetuju dengan pampasan tersebut. Perceraian jenis ini juga termasuk
dalam kategori talaq ba’in sughra. Oleh itu, ia tidak boleh dirujuk.
Apa itu talaq ba'in sughra?
Hukum yang ditimbulkan oleh khulu’ adalah talaq ba'in
sughra yang memberi maksud, hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah.
Bererti, sekiranya lelaki tersebut ingin kembali bersama
bekas isterinya, dia diwajibkan untuk melamar dan menikah semula dengan bekas
isterinya itu.
Sementara itu, wanita yang meminta khulu' itu wajib
menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir sekiranya ingin menikahi lelaki lain.
4.
Cerai Fasakh
Fasakh merupakan pembubaran perkahwinan
melalui kuasa yang diberikan kepada Hakim (judicial decree). Walaupun hak untuk
memohon fasakh terpakai kepada kedua-dua suami dan isteri, namun secara
amalannya hak fasakh diberikan kepada isteri memandangkan suami mempunyai hak
untuk melafazkan talaq.
Perceraian secara fasakh boleh berlaku apabila hakim
memutuskan untuk memfasakhkan perkahwinan tersebut dengan alasan yang boleh
memudaratkan pihak-pihak dalam perkahwinan tersebut dan ia tidak dapat
diselamatkan lagi.
Contohnya apabila:
i) Suami tidak memberi nafkah zahir dan batin selama
empat bulan berturut-turut
ii) Suami meninggalkan isteri selama empat bulan
berturut-turut tanpa sebraang khabar berita
iii) Suami tidak melunaskan mahar (mas kahwin) yang telah
disebutkan dalam akad nikah, baik sebahagian ataupun seluruhnya
iv) Terdapat perlakuan buruk oleh suami seperti
penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan
keselamatan isteri
Jika bukti-bukti dari pihak isteri telah sah, maka Hakim
berhak memutuskan hubungan perkahwinan antara keduanya.
5.
Cerai Li'an
Perceraian secara li'an berlaku apabila suami
menafikan anak yang dilahirkan oleh isterinya atau anak di dalam kandungan
isterinya sebagai anaknya, atau menuduh isterinya berzina dengan lelaki lain
tetapi tidak dapat membuktikan melalui penyaksian empat orang saksi.
Sumpah li’an dilakukan oleh suami dengan menyatakan atas
nama Allah, dia bersumpah bahawa isterinya telah melakukan zina. Sumpah itu
dinyatakan sebanyak 4 kali oleh suami, dan pada sumpah kelima, suami menyatakan
dia siap menerima laknat Allah jika dia berbohong.
Demikian juga sebaliknya, isteri dapat melakukan sumpah
balik (sumpah nukul), atas nama Allah, dia bersumpah bahawa dia tidak melakukan
zina. Sumpah itu dinyatakan isteri sebanyak 4 kali dan pada sumpah kelima,
isteri menyatakan dia siap menerima laknat Allah jika tuduhan suaminya itu
benar.
Maka apabila pihak-pihak tersebut (suami dan isteri)
telah mengangkat sumpah dengan cara li'an, mengikut hukum Syara' di hadapan
Hakim Syar'ie, maka mereka akan difaraqkan.
Kesannya, kedua-dua pihak tidak boleh rujuk kembali atau
berkahwin semula
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
kewajiban suami istri adalah sesuatu yang
harus suami laksanakan dan penuhi untuk istrinya. Sedangkan kewajiban istri
adalah sesuatu yang harus istri laksanakan dan lakukan untuk suaminya. Begitu
juga dengan pengertian hak suami adalah sesuatu yang harus diterima suami dari
istrinya. Sedangkan hak isteri adalah sesuatu yang harus di terima isteri dari
suaminya. Dengan demikian kewajiban yang dilakukan oleh suami merupakan upaya
untuk memenuhi hak isteri.
Hak-hak dalam
perkawinan itu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hak bersama, hak isteri yang
menjadi kewajiban suaminya dan hak suami yang menjadi kewajiban isteri.
B. SARAN
Demikian makalah ini yang dapat kami sajikan, kami
berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan
dijalankan oleh teman-teman. Kurang lebihnya kami mohon maaf, untuk itu kepada
para pembaca mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri’ Al-Jina’iy
Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby.
Basyir, Ahmad Azhar, H., 2007. Hukum Perkawinan Islam.
Cet. 11 Yogyakarta: UII Press.
Furqan, H. Arif, dkk. 2002. Islam Untuk Disiplin Ilmu
Hukum. Jakarta: Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Kelembagaan Agama
Islam.
Ghozali, Abdul Rahman, Prof., DR., M.A., 2008. Fiqih
Munakahat. Cet. 3 Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Hanafi, Ahmad. 1990. Asas-Asas Hukum Pidana Islam Cet. 4.
Jakarta: Bulan Bintang.
Kumpulan Hadits Riwayat Bukhary dan Muslim. 2002.
No comments:
Post a Comment