Wednesday, December 27, 2017

Kisah Cinta Seorang Bunda





KISAH CINTA SEORANG BUNDA

Bangjunetfhoto













Ada sebuah peristiwa yang terjadi pada sebuah desa kecil, suatu ketika ada seorang ibu yang penuh kasih pergi ke kota besar, setelah kembali ke rumah dirinya berubah total dari sebelumnya. Semula ibu ini sangat mengasihi puterinya, tak peduli seberapa larut pun anaknya pulang rumah, dia akan menunggu untuk membuatkan makanan enak dan diantarkan ke hadapan anaknya.


Akan tetapi sejak pulang dari kota besar, sang ibu berubah dan tidak mau lagi mengurus anaknya, biar pun anaknya pulang sangat larut malam, sang ibu tidak pernah mengindahkannya, bahkan tidak memasak lagi di rumah. Ketika sang anak merasa lapar dan memberitahukan pada sang ibu, dia hanya menjawab dengan nada dingin: “Kamu sudah besar, apakah masih belum bisa masak sendiri?”


Dari itu, sang anak berpikir bahwa sang ibu tidak sayang padanya lagi, lalu timbul perasaan tidak senang dan benci pada sang ibu, dia mulai mencuci pakaian sendiri, menata kamar sendiri, saat lapar memasak sendiri, semua urusan harus dikerjakan sendiri, sebab biar pun dirinya merasa lelah, haus, lapar atau mengantuk, sang ibu tidak pernah memperdulikannya. Dalam hati dia beranggapan kalau sang ibu sudah tiada.


Tak seberapa lama kemudian, sang ibu pun meninggal dunia, selama selang waktu ini, sang anak sudah jauh hubungannya dengan sang ibu, bahkan bersikap dingin dan seakan bermusuhan, sehingga kematian ibunya tidak membawa dampak kesedihan sama sekali pada dirinya.


Selanjutnya ayahnya kimpoi kembali, setelah ibu tirinya tinggal di rumah mereka, dia merasa ibu tirinya sangat baik padanya, paling tidak masih menyisakan sedikit lauk dan nasi baginya, setelah lelah seharian tidak perlu memasak sendiri, jadi hubungan dengan ibu tirinya masih terhitung cukup harmonis.


Sang anak belajar dengan keras dan akhirnya berhasil dalam ujian masuk perguruan tinggi. Akan tetapi dikarenakan kondisi ekonomi keluarga tidak baik, maka dia tidak ada dana untuk membayar uang kuliah, ketika sedang diliputi kecemasan, ayahnya menyerahkan sebuah kotak kecil kepadanya dan memberitahukan kalau sebelum ibunya meninggal dunia ada berpesan agar pada saat menemui kondisi paling sulit, baru boleh menyerahkan kotak ini kepadanya.


Sang anak menerima kotak ini dari ayahnya, ketika dibuka ternyata di dalamnya ada setumpuk uang dengan selembar surat di sampingnya.


Dalam surat tersebut tertulis pesan ibunya:


Anakku, kali itu ketika ibu pergi ke kota, sebetulnya ibu pergi memeriksakan kesehatan tubuh, setelah dilakukan pemeriksaan, barulah ibu tahu kalau ibu terkena kanker dan sudah stadium akhir, saat itu ibu hampir-hampir tidak bisa berdiri lagi. Ibu bukan khawatir akan diri ibu, akan tetapi ibu khawatir akan dirimu. Ibu berpikir jika ibu sudah tiada, bagaimana dengan dirimu nanti? Kamu masih kecil, bagaimana kamu bisa melanjutkan hidup? Bagaimana menghadapi masa depanmu?


Dari itu, sepulangnya ibu ke rumah, ibu bersikap dingin kepadamu dan ingin kamu mengerjakan sendiri semuanya, juga tidak peduli lagi padamu agar kamu membenci ibu, dengan demikian sesudah ibu sudah tidak ada di dunia ini lagi nanti, kamu tidak akan diliputi dengan kesedihan.


Anakku, walau ibu tidak pernah bertanya padamu, namun di dalam hati ibu sebetulnya tetap mengkhawatirkan dirimu, setiap kali kamu pulang larut malam, walau ibu tidak membuka pintu untuk melihat dirimu, namun ibu tetap menunggumu pulang.


Ketika kamu pulang dengan tubuh lelah dan perut lapar, ibu membiarkanmu masak sendiri, sebab ibu berharap sesudah ibu tiada nanti, kamu bisa menjaga diri. Dulu ibu mengerjakan semuanya untukmu, namun sesudah ibu tiada nanti, siapa lagi yang akan menjagamu? Segala sesuatu di kemudian hari harus bergantung pada dirimu sendiri.


Ibu berlaku buruk padamu, bahkan tidak memasakkan nasi untukmu dan semua pekerjaan harus kamu lakukan sendiri, maka dengan demikian ketika nanti ayahmu kimpoi kembali, kamu akan berpikir bahwa ibu baru akan lebih baik dari ibu, sehingga kalian akan dapat berhubungan dengan baik dan hari-harimu akan lebih mudah dilalui.


Dalam kotak ini ada uang 5000 dolar yang diberikan nenek kepada ibu, sebetulnya ini adalah uang berobat ibu, namun ibu tidak rela menggunakannya, ibu tinggalkan untukmu dengan harapan ketika nanti kamu masuk perguruan tinggi dan membutuhkan uang, kamu dapat menggunakannya. Sekarang, ibu meminta bantuan ayah untuk menyampaikannya kepadamu.


Air mata segera mengaburkan mata sang anak, juga mengaburkan sepasang mata kita yang membaca kisah ini, kasih ibu terhadap anak sungguh tanpa pamrih dan penuh akal budi, mana mungkin ada ibu yang tidak mengasihi anaknya?


Ketika dia harus menahan perhatian dan kasih dalam hatinya kepada anak, harus berusaha keras untuk memperlihatkan wajah dingin kepada anaknya, saya sungguh sulit membayangkan, betapa menderitanya perasaan ibu ketika itu, namun demi perkembangan anak yang lebih baik dan kehidupan anak yang lebih berbahagia di masa mendatang, ibu rela menerima segala kesedihan, bahkan tidak menyesal untuk membiarkan sang anak salah paham terhadapnya.


Namun apakah sebagai anak, kita mau memahami isi hati ibu?


Teringat pernah sekali, di dalam sebuah lift bertemu dengan seorang anak, ketika ibunya dengan sabar membimbingnya, anak ini terlihat tidak sabaran dan mengeluhkan kalau ibunya cerewet, bahkan marah-marah dan meminta ibunya agar tutup mulut. Ibunya juga marah, namun tetap menahan diri dengan terus meminum air mineral di tangannya, pada saat ini sang anak sama sekali tidak sadar akan betapa sedihnya hati ibunya.


Cinta kasih harus dirasakan dengan kesungguhan hati, ketika kita membantah ayah dan ibu kita, mengapa kita tidak menyadari kalau sepatah perkataan penuh emosi kita telah pun menyebabkan luka mendalam di dalam hati ayah dan ibu. Ketika ayah dan ibu sedang memberi bimbingan kepada kita, apakah kita dapat menyadari betapa besarnya hati kasih orangtua kepada anak? Atau kita menganggap ayah dan ibu tidak senang melihat kita dan selalu mencari masalah pada diri kita.


Ketika ibu memukul dan memarahi kita, apakah itu benar-benar disebabkan karena ibu tidak menyukai kita?


Pernah mendengar seorang ibu berkata demikian: Anak-anak tersayang, tidak semua ibu dapat berbuat seperti yang kalian harapkan, kalian semestinya mau mengerti akan tindakan ibu kalian dan jangan pernah menyalahkannya. Saya percaya, ibu kalian dan termasuk ayah kalian akan mencintai kalian selama-lamanya, tak peduli metode apa yang dipergunakan, mereka akan tetap berdiri di sisi kalian untuk selama-lamanya, tetap berharap kalian agar kalian cepat tumbuh dewasa dan nantinya dapat berbuat lebih banyak bagi negara dan masyarakat.


Benar sekali, ibu selalu mengasihi kita, mengapa kita masih saja meragukannya?


Apakah kita tahu kalau di mata ibu, kita selama-lamanya adalah anak-anak, biar pun kita telah berusia 80 tahun dan punya banyak anak cucu, ibu kita tetap mengkhawatirkan diri kita: apakah pakaian yang dikenakan sudah cukup hangat, apakah di malam hari tubuh ada ditutup selimut dengan baik, apakah ada makan kenyang, dan seterusnya.


Kasih ibu adalah sedemikian besar dan tanpa pamrih, bagaikan sumber air yang terus mengalir deras tanpa pernah berhenti. Akan tetapi, bilakah kita sebagai anak dapat benar-benar memahami akan isi hati ibu?


Pernah ada orang yang mengumpamakan kasih ibu bagaikan tanaman bunga di tepi jalan, tiada orang yang peduli, tiada orang yang merawat, tiada orang yang memberi perhatian, namun tak peduli dalam cuaca bertopan, hujan deras atau hawa dingin membeku, asalkan ada sedikit sinar mentari dan embun hujan, dia akan tetap tumbuh dan berbunga lebat.


Jangan lagi mengenyampingkan tali kasih ini, kasih ibu tiada pamrih dan kita perlu secepatnya memahaminya dengan sepenuh hati, merasakannya dengan sepenuh hati dan membalas budi luhurnya dengan sepenuh hati.


“Pohon ingin tetap tenang, namun angin terus berhembus; anak ingin berbakti, namun orangtua sudah tiada”, pastikan penyesalan seperti ini jangan sampai terjadi dalam kehidupan kita ini. Kita harus tahu bahwa ketika kita membuka pintu rumah dan memanggil “Ibu”, masih ada orang orang yang menyahut adalah suatu hal yang sangat membahagiakan. Dari itu, marilah kita menghargai kasih sayang termurni dan paling sulit diperoleh di dunia ini, kita juga harus membalas budi luhur ibu dengan cinta kasih kita yang paling tulus.

makalah hukum sewa menyewa



MAKALAH
AGAMA ISLAM
IJARAH
( SEWA MENYEWA)






Disusun oleh:
SRI
WINDI INDRIANI
SRI
ASTUTI JUMIARSIH
SELVY
NURUL
MAGFIRA
JULAELA
FITRIANI
AULIATUL
MAWADDA
AYU
RESKIA

SMA NEGERI 14 SINJAI BARAT
TP.2017/2018

KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
             Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT. atas rahmat dan taufiknya kami di beri kenikmatan berupa kesehatan
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,
Amin
              
Makalah ini di susun sebagai salah satu tugas Pelajaran Agama Islam,
dengan judul “Akad Al-Ijarah”.
              
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila
tanpa dukungan serta bimbingan dari pihak-pihak terkait, oleh karena itu,
pertama kami ucapkan terima kasih kepada Guru Agama Islam. Kedua kepada kedua
orang tua kami atas do’a dan dukungan moril maupun materil yang telah di
berikannya. Ketiga kami ucapkan kepada teman kelompok 3 Yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
   
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah di
harapkan, dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, amin…..
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Sinjai, 29 September
2017

                                                                                                                                            
Kelompok 3






DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………    1
A.   
Latar Belakang   …………………………………………………………….……   1
B.   
Rumusan Masalah  ………………………………………………………………   1
C.   
Tujuan Penulisan  …………………………………………………………………  1
BAB II PEMBAHASAN   ……………………………………………………………..…  2
A.   
Pengertian Ijarah dan Dasar Hukumnya …………………………………… …  2
B.   
Dasar Hukum Ijarah ………………………………………………………………   3
C.   
Syarat dan Rukun Ijarah   …………………………………………………………
5
D.   
Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik…………………………………….    7
E.   
Perbedaan Ijarah dan Ju’alah ………………………………………………..…… 9
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..……..10
Kesimpulan…………………………………………………………………………..…….10
DAFTAR PUSTAKA. …………………………………………………………………..….11

































BAB
I
PENDAHULUAN
A.   
Latar Belakang
Fiqih muamalah merupakan
aturan yang membahas tentang hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam
sebuah masyarakat. Segala tindakan manusia yang bukan merupakan ibadah termasuk
kedalam kategori ini. Didalamnya termasuk kegiatan perekonomian masyarakat.
Salah satu jenis transaksi ekonomi yang dibahas dalamfiqih muamalah ialah
ijarah.
Ijarah merupakan salah satu bentuk transaksi
muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Didalam pelaksanaan ijarah ini yang menjadi objek transaksinya adalah manfaat
yang terdapat pada sebuah zat. Untuk lebih jelasnya, didalam makalah ini akan
dibahas permasalahan ijarah yang meliputi pengertian, dasar hukumnya, rukun dan
syaratnya, al-ijarah al-muntahia bittamlik, serta perbedaan ijaroh dan Ju’alah.

B.   
Rumusan Masalah
1.   
Bagaimana pengertian ijarah dan dasar hukumnya ?
2.   
Apa Syarat dan Rukun Ijarah?
3.   
Apa Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik ?
4.   
Sebutkan Perbedaan Ijarah dan Ju’alah?

C.   
Tujuan Penulisan
1.   
Untuk mengetahui pengertian ijarah dan dasar hukumnya
2.   
Untuk mengetahui Syarat dan Rukun Ijarah
3.   
Untuk mengetahui Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik
4.   
Untuk mengetahui Perbedaan Ijarah dan Ju’alah
BAB
II
PEMBAHASAN
A.   
Pengertian Ijarah Dan Dasar Hukumnya
1.   
Pengertian Sewa-Menyewa (Ijarah)
Sewa menyewa atau dalam bahasa Arab berasal
dari kata:   ,
أجرyang
sinonimnya:
a.     أكريYang
artinya: menyewakan, seperti dalam kalimat: 
أجر الشئ (menyewakan sesuatu)
b.    أعطاه
أجرا
  yang artinya: ia memberinya upah, seperti
dalam kalimat:
أجر فلانا على كذا  (ia
memberikan kepada si fulan upah sekian).
c.    أثابه yang
artinya: memberinya pahala, seperti dalam kalimat:
أجر
الله عبده
  (allah memberikan pahala kepada hamba-Nya).
Al Fikri mengartikan ijarah menurut bahasa
dengan:
الكراة أو بيع المنفعة   yang
artinya: sewa-menyewa atau jual beli manfaat. Sedangkan Sayid Sabiq
mengemukakan: 
الإجارة مشتقة من الأجر وهو
العوض, ومنه سمي الثواب أجرا
Ijarah diambil dari kata “Al-Ajr” yang
artinya ‘iwadh (imbalan), dari pengertian ini pahala (tsawab) dinamakan ajr
(upah/pahala).
Dalam pengertian istlilah, terhadap perbedaan
pendapat dikalangan ulama.
1.)   
Menurut Hanafiah
الإجارةعقد على المنفعة بعوض
هومال
Ijarah adalah akad atas manfaat dengan
imbalan berupa harta.
2.)   
Menurut malikiyah
الإجارة .... عةد يفيد تمليكا
منافع شئ مباح مدمة معلومة بعوض غير ناشئ عن المنفعة
Ijarah..... adalah akad yang memberikan hak
milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan
yang bukan berasal dari manfaat.
3.)   
Menurut syafi’iyah
وحد عقد الإجارة عقد على منعة
مقصودة معلومة قابلة للبذل ولإباحة بعوض معلوم
Definisi akad Ijarah adalah suatu akad atas
manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan
imbalan tertentu.
4.)   
Menurut Hanbaliyah
وهي عقد على المنافع تنعد
بلفظ الإجارة والكرأ وما في معناهما
Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang
bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
Dari definisi tersebut dapat dikemukakan
bahwa pada dasarnya tidak ada perbedan yang prinsip di antara para ulama dalam
mengartikan Ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan.
Dengan demikian, obyek sewa-menyewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan
barang).
B.   
Dasar Hukum Ijarah
Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan
akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar
Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu
Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli
manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa
diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati
sedikit demi sedikit. Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu pada waktu
akad tidak boleh diperjual belikan.  Akan
tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh ibn Rush, bahwa manfaat walaupun pada
waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan
inilah yang menjadi perhatian serta pertimbangan syara’.
Alasan Jumhur Ulama tentang dibolehkannya
ijarah adalah,
a.   
QS. Ath-thalaq (65) ayat 6:
Artinya : Tempatkanlah mereka (para isteri)
di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
b.   
QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:
Aritnya : (26). Salah seorang dari kedua
wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (27).
Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu
dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja
denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah
(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu
Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"
c.   
Hadis Aisyah
عن عروة بن الزبير أن عائسة
رضي الله عنها زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت : واستأجر رسول الله صلى الله
علىه وسلم وأبو بكر رجلا من بني الديل هاديا خريتا وهو على دين كفار قريش فدفعا
إليه راحلتيهما ووعداه غار ثوربعد ثلاث ليل براحلتيهما صبح ثلث
.
Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya
Aisyah ra.istri nabi SAW berkata : Rasulallah SAW dan Abu Bakar menyewa seorang
laki-laki dari suku bani Ad Dayl, penunjuk jalan yang mahir, dan ia masih
memeluk agama orang kafir quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian menyerahkan
kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya untuk
bertemu di Gua Syur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari
selasa. (H.R Bukhori)
C.   
Syarat Dan Rukun Ijarah
1.   
Rukun Ijarah
Menurut Ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah
ijab dan Qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat :  al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’ dan
al-ikra’.
Adapun menurut Jumhur Ulama , rukun ijarah
ada 4 yaitu:
1.   
‘Aqid ( orang yang akad).
2.   
Shigat akad.
3.   
Ujrah (upah).
4.   
Manfaat
2.   
Syarat Ijarah
Syarat ijarah terdiri dari empat macam,
sebagaimana syarat dalam jual beli, yaitu syarat Al-inqad ( terjadinya akad),
syarat an-nafadz ( syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.
a)   
Syarat Terjadinya Akad
Syarat Al-inqad ( terjadinya akad) berkaitan
dengan akid, zat akad dan tempat akad.   
Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual beli, menurut Ulama Hanafiyah,
‘Aqid ( orang yang melakukn akad 
disyaratkan harus berakal dan mumayyiz ( minimal 7 tahun), serta tidak
disyaratkan harus baligh. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad
ijrah anak mumayyiz, dipandang sah bila diijinkan walinya.
   
Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus
mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan 
anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad .
b)   
Syarat Pelaksanaan ( an-nafadz)
 Agar
ijarah terlaksana, brang harus dimiliki oleh ‘aqid (orang yang akad) atau ia
yang memiliki kekuasaan penuh untuk akad 
(ahliah). Dengan demikian, ijarah al-fudhul (ijarah yang dilakukan oleh
orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diijinkan oleh pemiliknya) tidak
dapat menjadkan adanya ijarah.
c)   
Syarat Sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan
‘aqid  (orang yang akad),  ma’qud alaih (barang menjadi objek
akad),  ujrah (upah) dan zat akad (nafs
al-aqad), yaitu:
a.   
Adanya keridhaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada fir man Allah SWT
QS. An-Nisa:29
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakai harta sesamamu dengan jalan yang batal, kecuali dengan jalan
perniagaan yang yang dilakukan suka sama suka.”
   
Ijarah dapat dikategorikan jual beli sebab mengandung unsur pertukaran
harta. Syarat ini berkaitan dengan ‘aqid.
b.   
Ma’qud ‘Alaih bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada ma’qud alaih (barang)
menghilangkan pertentangan diantara ‘aqid.
   
Diantara cara untuk mengetahui ma’qud ‘alaih adalah dengan menjelaskan
manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atas
pekerjaan atau jasa seseorang.
c.   
Ma’qud alaih (barang) harus dapat memenuhi secara syara’
Dipandang tidak sah menyewa hewan untuk untuk
berbicara dengan anaknya , sebab hal itu sangat mustahil atau dipandang tidak
sah menyewa seseorang perempuan yang sedang haid untuk membersihkan mesjid
sebab diharamkan syara’.
d.   
Kemanfaatan benda dibolehkan menurut Syara’
D.   
Pengertian al-Ijarah al-Muntahia Bittamlik
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial
leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan
kepemilikan.
Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua
kata : At-ta’jiir / al-ijaaroh (sewa), At-tamliik (kepemilikan). Definisi dua
kata tersebut secara keseluruhan :
Pertama, at-ta’jiir menurut bahasa ; diambil
dari kata al-ajr, yaitu imbalan atas sebuah pekerjaan, dan juga dimaksudkan
dengan pahala. Adapun al-ijaaroh : nama untuk upah, yaitu suatu yang diberikan
berupa upah terhadap pekerjaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa al-ijaaroh atau
akad sewa terbagi menjadi dua : sewa barang. sewa pekerjaan.
Kedua: at-tamliik secara bahasa bermakna :
menjadikan orang lain memiliki sesuatu. Adapun menurut istilah ia tidak keluar
dari maknanya secara bahasa. Dan at-tamliik bisa berupa kepemilikan terhadap
benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak.
 Jika
kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual
beli. Jika kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut
persewaan. Jika kepemilikan terhadap sesuatu tanpa adanya ganti maka ini adalah
hibah/pemberian. Adapun jika kepemilikan terhadap suatu manfaat tanpa adanya
ganti maka disebut pinjaman.
Ketiga : definisi “al ijarah al muntahia bit
tamlik  (persewaan yang berujung kepada
kepemilikan) yang terdiri dari dua kata adalah ;  sejenis perpaduan antara kontrak jual beli
dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang
di tangan si penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan
ijarah biasa.
a. 
Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong
menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadist.
Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233
Allah menjelaskan bahwa :
Artinya: ”dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak
berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus
membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika
ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak
berdosa asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini
mengisyaratkan kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu
pekerjaan yang kita butuhkan.
Fatwa MUI tentang Ijarah Muntahia Bittamlik
a.   
Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiah bi al-Tamlik harus
melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik
dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah
selesai.
b.   
Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah
wa'd (الوعد),
yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus
ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
c. 
Bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit Tamlik
Ada 2 bentuk Al – Ijaroh al muntahia bit
Tamlik:
1.     
Hibah, yakni transaksi ijarah yang diakhiri dengan perpindahan
kepemilikan barang secara hibah dari pemilik objek sewa kepada penyewa. Pilihan
ini diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar sewa relatif lebih
besar. Sehingga akumulasi sewa di akhir periode sewa sudah mencukupi untuk
menutup harga beli barang dan margin laba yang ditetapkan oleh bank
2.     
Janji untuk menjual, yakni transaksi ijarah yang diikuti dengan janji menjual
barang objek sewa dari pemilik objek sewa kepada penyewa dengan harga tertentu.
Pilihan ini biasanya diambil bila kemampuan financial penyewa untuk membayar
sewa relatif kecil. Karena sewa yang dibayarkan relatif kecil, maka akumulasi
nilai sewa yang sudah dibayarkan sampai akhir periode sewa belum mencukupi
harga beli barang tersebut dan margin laba yang ditetapkan oleh bank. Bila
pihak penyewa ingin memiliki barang tersebut, maka ia harus membeli barang itu
di akhir periode.
E.   
Perbedaan Ijaroh dan Ju’alah
 
1    ~ transaksi yang bersifat
mengikat semenjak transaksi diadakan.   
~ transaksi yang mengikat manakala pekerja mulai melakukan pekerjaannya.
Pada saat itu, tidak boleh ada pihak yang membatalkan transaksi secara sepihak.

  
2    ~ upah atau uang sewa itu
telah menjadi hak pihak yang menyewakan manakala pihak yang menyewakan telah
memberikan kesempatan kepada pihak penyewa untuk memanfaatkan barang yang
menjadi objek transaksi.
~ Upah dalam transaksi ijarah orang itu
sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Dalam transaksi ijarah uang sewa
boleh diserahkan di muka.    ~ upah
menjadi hak pekerja setelah dia selesai bekerja dan pihak yang mempekerjakannya
telah mendapatkan manfaat dari pekerjaan yang dia lakukan.
 
3    ~  di antara syarat sah transaksi ijarah adalah
adanya kejelasan jasa dan atau manfaat yang dijual disamping kejelasan masa
sewa. Adapun dalam transaksinya tidak disyaratkan harus ada kejelasan masa
kerja boleh jadi sebentar, boleh jadi lama semisal transaksi ju’alah untuk mengembalikan
hewan yang kabur.    ~ Dalam transaksi
Ju’alah hanya disyaratkan adanya kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi objek
transaksi. Adapun kejelasan besaran upahnya mengacu kepada upah standar di
suatu daerah untuk pekerjaan semacam itu jika terjadi sengketa antara dua orang
yang mengadakan transaksi Ju’alah.


BAB
III
PENUTUP

KESIMPULAN
Definisi akad Ijarah adalah
suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan
dibolehkan dengan imbalan tertentu. Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan
akad yang diperbolehkan oleh syara’, kecuali beberapa ulama, seperti Abu Bakar
Al-Asham, Isma’il bin ‘Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu
Kisan. Mereka tidak memperbolehkan Ijarah, karena ijarah adalah jual beli manfaat,
sedangkan manfaat pada saat dilakukan akad, tidak bisa diserahterimakan.
Rukun ijarah ada 4 yaitu: ‘Aqid ( orang yang
akad), Shigat akad, Ujrah (upah), Manfaat.
   
Syarat ijarah terdiri dari empat macam , sebagaimana syarat dalam jual
beli , yaitu syarat Al-inqad ( terjadinya akad), syarat an-nafadz ( syarat
pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim
Al Ijarah Al Muntahiya bit Tamlik (financial
leasing with purchase option) atau Akad sewa menyewa yang berakhir dengan
kepemilikan. Definisinya : Istilah ini tersusun dari dua kata : At-ta’jiir /
al-ijaaroh (sewa), At-tamliik (kepemilikan).







DAFTAR PUSTAKA

Moh. Zuhri,
Terjemah Fiqh Empat Madzhab, Semarang: Asy-Syifa, 1993
Sulaiman Rasjid, Fiqh
Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Sinar Baru Algensido, 1994
Ibnu Rusyd,
Tarjamah Bidayatu’l Mujtahid, Semarang: Asy-Syifa, 1990

Rachmat Syafe’I,
Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004
Diposting oleh
Topiq Jogja di 01.16











MAKALAH ASURANSI SYARIAH



MAKALAH



BANK SYARIAH







MAKALAH
AGAMA ISLAM
 ASURANSI SYARIAH






KELAS
XI IPS satu
Disusun oleh:
KURNIATI
INDRIYANI
HISKAWATI
SYAHRIL
ASMARI
RAHMATULLAH


SMA NEGERI 14 SINJAI BARAT
TP.2017/2018

KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
             Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT. atas rahmat dan taufiknya kami di beri kenikmatan berupa kesehatan
sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya,
Amin
           
Makalah ini di susun sebagai salah satu tugas Pelajaran Agama Islam,
dengan judul “ASURANSI SYARIAH”.
           
Dalam menyusun makalah ini, tentunya tidak mungkin terlaksana apabila
tanpa dukungan serta bimbingan dari pihak-pihak terkait, oleh karena itu,
pertama kami ucapkan terima kasih kepada Guru Agama Islam. Kedua kepada kedua
orang tua kami atas do’a dan dukungan moril maupun materil yang telah di
berikannya. Ketiga kami ucapkan kepada teman Yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
 
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktu yang telah di
harapkan, dan kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, amin…..
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Sinjai, 07 November
2017

                                                                                                                                          
Penulis





DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………    1
1.1. 
Latar Belakang   …………………………………………………………….……   1
1.2. 
Rumusan Masalah  ………………………………………………………………   1
BAB II PEMBAHASAN   ……………………………………………………………..…  2
A. Pengertian
Asuransi Konvensional dan Syariah ……………………………………2
B. Perbedaan Asuransi
Syariah dengan Asuransi Konvensional. ……………..……3
C. Pengelohan dan
Asuransi. ………………………………………………..…..…9
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………..……..12
Kesimpulan…………………………………………………………………..……...12
DAFTAR PUSTAKA. …………………………………………………………………..….14














BAB I
PENDAHULUAN

A. 
Latar Belakang
Di Indonesia,
dengan lahirnya bank yang beroperasi pada prinsip syari’ah seperti dalam bentuk
bank muamalat Indonesia dan bank perkereditan rakyat islam, pengetahuan tentang
bank
islam ini sangat dibutuhkan baik bagi
p[ara ilmuwan maupun masyarakat luas. Lebih-lebih masyarakat Indonesia yang
mayoritas penduduknya muslim sehingga minat terhadap lembaga keuangan syari’ah
(asuransi syari’ah) sangat diminati. Tetapi meskipun lembaga-lembaga keuangan
syari’ah mulai menyebar diberbagai pelosok tanah air banyak masyarakat yang
belum mengenal produk-produk asuransi syari’ah.
Kajian tentang asuransi sangat menarik
sekali diantara prinsip ekonomi syariah lainya. Kajian mengenai asuransi
syari’ah terlahir satu paket dengan kajian perbankan syari’ah, yaitu sama-sama
muncul kepermukaan tatkala dunia islam tertarik untuk mengkaji secara mendalam
apa dan bagaimana cara mengaktualisasikan konsep ekonomi syari’ah.

B. 
Rumusan masalah
1. 
Apa yang dimaksud dengan asuransi ?
2.
  Apa perbedaan asuransi syariah
dengan konvensional?










BAB II
PEMBAHASAN
PERBEDAAN ASURANSI
KONVENSIONAL DENGAN SYARIAH

A.    Pengertian Asuransi
Konvensional dan Syariah
Istilah asuransi
dalam perkembangannya di Indonesia berasal dari kata assurantie yang kemudian
menjadi “asuransi” dalam bahasa Indonesia. Namun istilah assurantie itu sendiri
bukanlah istilah asli bahasa Belanda akan tetapi, berasal dari bahasa latin,
yaitu assecurare yang berarti “meyakinkan orang”. Kata ini kemudian dikenal
dalam bahasa perancis sebagai assurance. Demikian pula istilah assuradeur yang
berarti ”penanggung” dan geasureerde yang berarti “tertanggung” keduanya
berasal dari perbendaharaan bahasa Belanda. Sedangkan dalam bahasa Belanda.
Sedangkan dalam bahasa belanda istilah “pertanggungan” dapat diterjemahkan
menjadi insurance dan assurance. Kedua istilah ini sebenarnya memiliki
pengertian yang berbeda, insurance mengandung arti menanggung segala sesuatu
yang mungkiun terjadi. Sedangkan assurance berarti menanggung sesuatu yang
pasti terjadi. Istilah Assurance lebih lanjut dikaitkan dengan pertanggungan
yang berkaitan dengan pertanggungan yang berkaitan dengan masalah jiwa
seseorang.

Banyak pendapat  yang mengenai pengertian asuransi, antara
lain:
1. 
Asuransi dapat pula diartikan sebagai sesuatu  persetujuan dimana penanggung megikatkan diri
kepada tertanggung dengan mendapat premi, untuk mengganti kerugian, atau tidak
diperolehnya keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita karena peristiwa
yang tidak diketahui lebih dahulu.
2. 
Secara umum pengertian asuransi adalah perjanjian antara penanggung
(perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi) yang dengan
menerima premi dari tertanggung, penanggung berjanji akan membayar sejumlah
pertanggungan manakala tertanggung:
a. 
Mengalami kerugian, kerusakan atau kehilangan atas barang/kepentingan
yang diasuransikan karena peristiwa tidak pasti dan tanpa kesengajaan, dan
b. 
Didasarkan atas hidup atau matinya seseorang.
3. 
Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil
(sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian
besar yang belum pasti.
4. 
Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung,
yangbtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungjawabkan.
5. 
Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi
resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya
kerugian keuntungan. Menurut sudut pandang bisnis, asuransi adalah sebuah
perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari
pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah
nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial
yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya
guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi
tersebut.
6. 
Sedangkan mengenai asuransi syariah, secara terminologi asuransi syariah
adalah tentang tolong menolong dan secara umum asuransi adalah sebagai salah
satu cara untuk mengatasi terjadinya musibah dalam kehidupan,dimana manusia
senantiasa dihadapkan pada kemungkinan bencana yang dapat menyebabkan hilangnya
atau berkurangnya nilai ekonomi seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga,
atau perusahaan yang diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia
tua.
7. 
Asuransi syaria’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong menoloing diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai dengan syari’ah yang
dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir(perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Asuransi syariah berbeda dengan asuransi
konvensioanal. Pada asuransi syariah setiap peserta sejak awal bermaksud saling
menolong dan melindungi satu dengan yang lain dengan menyisihkan dananya
sebagai iuran kebijakan yang disebut tabarru’. Jadi sistem ini tidak
menggunakan pengalihan risiko (risk transfer) dimana tertanggung harus membayar
premi, tetapi lebih merupakan pembagian risiko (risk sharing) dimana para
peserta saling menanggung. Kemudian akad yang harus digunakan dalam asuransi syariah
harus selaras dengan hukum Islam (Syariah), artinya akad yang dilakukan harus
terhindar dari gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zulm
(penganiayaan), risywah (suap), disamping itu investasi dana harus padaobjek
yang halal-thoyyibah bukan barang haram dan maksiat.

B.    Perbedaan Asuransi Syariah
Dengan Asuransi Konvensional
Asuransi syari’ah secara teoritis masih
menginduk kepada kajian ekonomi Islam secara umum. Oleh karna itu, asuransi
syariah harus tunduk kepada aturan-aturan syariah. Inilah yang kemudian
membentuk karakteristik  asuransi syariah
secara unik dan membedakannya dengan asuransi konvensional.

Beberapa perbedaan asuransi syariah
dengan asuransi konvensional adalah sebagai berikut:
1. 
Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan
Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. 
Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan
sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong
(taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan
akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah,
wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat).
Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli
(ta’badduli).
3. 
Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil
(Mudharabah), bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi
konvensional memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. 
Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah.
Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi
milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. 
Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti
yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa
reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali
sebagian dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6.
  Pembayaran klaim pada asuransi
syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana kebijakan) seluruh peserta yang sejak
awal telah diikhlaskan bahwa ada penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana
tolong-menolong diantara peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. 
Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan
dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan.
Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik
perusahaan.
8. 
Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun)
sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk,
dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung
(perusahaan).
9. 
Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui
apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi
accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada
(padahal belum tentu terealisasikan).
10. 
Asuransi syariah dibebani kewajiban membayar zakat dari keuntungan yang
diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.

Dibawah ini menjelaskan perbedaan
terpenting antara kedua jasa asuransi.ASURANSI SYARIAH dan
ASURANSI KONVENSIONAL
1.    
KONSEP
ASURANSI SYARIAH  
Sekumpulan orang yang saling Bantu
membantu, saling menjamin dan berkerjasama antara satu dengan yang lainnya
dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru.
ASURANSI KONVENSIONAL
Perjanjian antara dua pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan pergantiankepada tertanggung

        2. ASAL USUL
ASURANSI SYARIAH 
Dari Al- aqilah, yaitu kebiasaan suku
Arab jauh sebelum Islam dating. Kemudian disahkan oleh Rasulullah menjadi hukum
Islam, bahkan sudah tertuang dalam Konstitusi Madinah yang dibuat oleh
Rasulullah
ASURANSI KONVENSIONAL
Dari Masyarakat Babilonia 4000-3000 SM
yang dikenal dengan PErjanjian Hammurabi dan tahun 1668M di Coffe House London
berdirila Lloyd of London sebagai cikal bakal asuransi konvensional

       3. RIBA, GHARAR dan
MAISIR
ASURANSI SYARIAH
 Bersih
dari adanya praktek Riba, Gharar, Maysir
ASURANSI KONVENSIONAL
Adanya Praktek Riba, Gharar dan Maisir
dalam pelaksanaan operasionalnya

        4. SUMBER HUKUM
ASURANSI SYARIAH
Bersumber dari Wahyu Ilahi, Sunnah, Ijma,
Fatwa, Sahabat, Qiyas, Ihtisan, Tradisi dan Mashalih Mursalah
ASURANSI KONVENSIONAL
Bersumber dari pikiran manusia dan
kebudayaan. Berdasarkan hukum positif , hukum alami dan contoh sebelumnya.

        5. DEWAN PENGAWAS
SYARIAH (DPS)
ASURANSI SYARIAH
 Berfungsi
untuk mengawasi pelaksanaan Operasional perusahaan asuransi agar terbebas dari
praktek-praktek muamalah yang bertentangan dengan prinsip Islam.
ASURANSI KONVENSIONAL
Tidak ada DPS sehingga dalam prakteknya
banyak bertentangan dengan Kaidah Syariah
  
     
6. AKAD
ASURANSI SYARIAH
Akad tabaru, dan akad tijarah
(mudharabah, wakalah)wadiah, syirkah dsb.
ASURANSI KONVENSIONAL
Akad Jual Beli, akad gharar

         7. JAMINAN /RISK
(RESIKO)
ASURANSI SYARIAH
Sharing of Risk, dimana terjadi proses
saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun)
ASURANSI KONVENSIONAL
Transfer of Risk, dimana terjadi transfer
resiko dari tertanggung kepada penanggung

         8. PENGELOLAAN DANA
ASURANSI SYARIAH
 Pada
produk saving (life) terjadi pemisahan dana antara dana tabaru (derma) dengan
dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus. Sedangkan untuk term
insurance (life) dan general insurance semuanya bersifat tabarru’
ASURANSI KONVENSIONAL
Tidak ada pemisahan dana sehingga ada
dana hangus yang berpotensi merugikan peserta.

     
9. INVESTASI
ASURANSI SYARIAH
Dalam melakukan investasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan sepanjang tidak bertentangan engan prinsip-prinsip
syariah Islam. Bebas dari Riba dan dan tempat investasi yang dilarang
ASURANSI KONVENSIONAL
Bebas melakukan investasi dalam
batas-batas ketentuan perundang-undangan dan tidak terbatasi pada halal dan
haramnya objek atau system yang digunakan.

        10. KEPEMILIKAN DANA
ASURANSI SYARIAH
 Dana
yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik
peserta (shohibul mal), asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah
(mudharib) dalam mengelola dana tersebut
ASURANSI KONVENSIONAL
Dana yang terkumpul dari premi peserta
seluruhnya menjadi pemilik perusahaan. Dan perusahaan bebas menggunakan dan
menginvestasikan kemana saja.



     
11. UNSUR PREMI
ASURANSI SYARIAH
Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur
tabarru dan tabungan (yg tidak mengandung riba). Tabarriu dihitung dengan tabel
mortalita, tetapi tanpa perhitungan bunga
ASURANSI KONVENSIONAL
Unsur premi terdiri dari tabel mortalita,
bunga (interest), biaya-biaya asuransi (cost of insurance)
    
         12. LOADING 
ASURANSI SYARIAH
Pada sebagian asuransi syariah, loading
(komisi agen) tidak dibebankan pada peserta tapi dari dana pemegang saham,
sebagian yang lainnya mengambilkan dari sekitar 20-30 PERSEN dari premi
pertama. Dengan demikian nilai tunai tahun pertama sudah terbentuk
ASURANSI KONVENSIONAL
Loading pada asuransi konvensional cukup
besar terutama diperuntukkan untuk komisi agen, sehingga biasanya nilai tunai
pada tahun pertama dan kedua biasanya belum ada (hangus)

       
13. SUMBER PEMBAYARAN KLAIM
ASURANSI SYARIAH
 Diperoleh
dari rekening tabaruu dimana peserta saling menanggung satu sama lainnya. Jika
slah satu peserta medapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama
resiko tersebut
ASURANSI KONVENSIONAL
Bersumber dari rekening perusahaan,
sebagai konsekwensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnisdan tidak ada
nuansa spiritual.
           14. SISTEM AKUNTANSI
ASURANSI SYARIAH
Menganut konsep akuntansi Cash basis,
mengakui apa yang benar-benar telah ada sedangkan accrual basis dianggap
bertentangan dengan syariah karena mengakui adanya pendapatan yang akan terjadi
dimasa yang akan datang. Sementara apakah itu benar-benar dapat terjadi hanya
Allah yang tahu

ASURANSI KONVENSIONAL
Menganut Konsep Accrual basis yaitu
proses akuntansi yang mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan non kas. Dan
mengakui pendapatan, peningkatan asset, expenses, liabilities dalam jumlah
tertentu yang baru akan diterima dalam
waktu yang akan datang
              15. KEUNTUNGAN
(PROFIT)
ASURANSI SYARIAH
 Profit
yang diperoleh dari surplus undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi,
bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan , tetapi dilakukan bagi hasil
(mudharabah) dengan peserta.
ASURANSI KONVENSIONAL
Keuntungan yang diperoleh dari surplus
undewriting, komisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menjadi
milik perusahaan
              16. MISI DAN VISI
ASURANSI SYARIAH
 Misi
Aqidah, Misi Ibadah (taawun), Misi Iqtishodi (ekonomi) dan Misi Pemberdayaan
Ummat (social)
ASURANSI KONVENSIONAL
Misi ekonomi dan Misi Sosial
             17. MEKANISME
ASURANSI SYARIAH
Tidak tunduk pada mekanisme pengawasan
syariat
ASURANSI KONVENSIONAL
Tunduk pada mekanime syariat
  
C. 
Pengelolaan Dana Asuransi
Pengelolaan dan asuransi dapat dilakukan
dengan akad al-mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada
akad mudharabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian
keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi
syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan peusahaan asuransi syariah
berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari
pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai
kesepakatan. Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak
sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama
dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari
keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangkan akad wakalah bil ujrah,
perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta
memberikan kuasa pada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: kegiatan
adm, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pengolaan portofolio
risiko, pemasaran dan investasi.
Mekanisme pengolaan dana peserta dapat
dibagi kepada 2 bagian:
1. 
Ditinjau dari Unsur Tabungan
a. 
Sistem yang Mengandung Unsur Tabungan
Setiap peserta wajib membayar sejumlah
uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan
tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan
sejumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap perserta dapat membayar
premi tersebut melalui rekening koran, giro atau membayar langsung. Peserta
dapat memilih pembayaran secara tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan.
Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta
akan dipisahkan oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda,
yaitu:
1) 
Rekening Tabungan, yakni kumpulan dana yang merupakan milik peserta yang
dibayarkan bila:
• 
Perjanjian berakhir
• 
Peserta mengundurkan diri
• 
Peserta meninggal dunia
2) 
Rekening Tabarru’: yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta
sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong menolong dan salng membantu
yang ibayarkan bila:
• 
Peserta meninggal dunia
• 
Perjanjian berakhir (jika surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan
diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Tiap keuntungan dari hasil
investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi asuransi)
dan setelah dikeluarkan zakatnya, akan dibagi menurut kesepakatan. Presentase
pembagian bagi hasil dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan
kerjasama antara perusahaan dengan peserta.



b. 
Sistem Yang Tidak Mengandung Unsur Tabungan
Setiap premi yang dibayar oleh peserta
akan dimasukkan kedalam
rekening tabarru’ yaitu kumpulan dana
yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong
menolong dan saling membantu dan akan dibayarkan apabila:
1) 
Peserta meninggal dunia
2) 
Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana)
Kumpulan dana peserta ini akan
diinvestasikan sesuai dengan syariah islam. Keuntungan dari hasil investasi
setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi) setelah
dikeluarkan zakatnya, akan dibagi antara peserta dan perusahaanmenurut
kesepakatan dalam suatu perbandingan (porsi bagi hasil) tetap berdasarkan
perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta.
asuransi syariah dengan konvensional1.png
















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian Asuransi:
1. 
Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil
(sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian
besar yang belum pasti.
2. 
Asuransi atau pertanggungan menurut Undang-Undang No 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung,
yangbtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan sesuatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungjawabkan.
3. 
Asuransi dalam sudut pandang ekonomi merupakan metode untuk mengurangi
resiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya
kerugian keuntungan. Menurut sudut pandang bisnis, asuransi adalah sebuah
perusahaan yang usaha utamanya menerima/menjual jasa, pemindahan risiko dari
pihak lain, dan memperoleh keuntungan dengan berbagi risiko diantara sejumlah
nasabahnya. Dari sudut pandang sosial asuransi sebagai sebuah organisasi sosial
yang menerima pemindahan risiko dan mengumpulkan dana dari anggota-anggotanya
guna membayar kerugian yang mungkin terjadi pada masing-masing anggota asuransi
tersebut.
4.
  Sedangkan mengenai asuransi
syariah, secara terminologi asuransi syariah adalah tentang tolong menolong dan
secara umum asuransi adalah sebagai salah satu cara untuk mengatasi terjadinya
musibah dalam kehidupan,dimana manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan
bencana yang dapat menyebabkan hilangnya atau berkurangnya nilai ekonomi
seseorang baik terhadap diri sendiri, keluarga, atau perusahaan yang
diakibatkan oleh meninggal dunia, kecelakaan, sakit, dan usia tua.
5. 
Asuransi syaria’ah (ta’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI
adalah usaha saling melindungi dan tolong menoloing diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau Tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syari’ah. Akad yang sesuai dengan syari’ah yang
dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir(perjudian),
riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

Perbedaan Asuransi Syariah Dengan
Konvensional:
1. 
Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas
mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi dananya. Dewan
Pengawas Syari’ah ini tidak ditemukan dalam asuransi konvensional.
2. 
Akad pada asuransi syariah adalah akad Tabarru’ (hibah) untuk hubungan
sesama peserta dimana pada dasarnya akad dilakukan atas dasar tolong-menolong
(taawun). Untuk hubungan antara peserta dengan perusahaan asuransi digunakan
akad tijarah (ujrah/fee), mudharabah (bagi hasil), mudharabah musyarakah,
wakalah bil ujrah (perwakilan), wadi’ah (titipan), syirkah (berserikat).
Sedangkan asuransi konvensional akad berdasarkan lebih mirip jual-beli
(ta’badduli).
3. 
Investasi dana pada asuransi syariah berdasarkan bagi hasil (Mudharabah),
bersih dari gharar, maysir dan riba. Sedangkan pada asuransi konvensional
memakai bunga (riba) sebagai landasan perhitungan investasinya.
4. 
Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk pengelolaanya secara syari’ah.
Pada asuransi konvensioanal, dana yang terkumpuldari nasabah (premi) menjadi
milik perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukaan alokasi investasinya.
5. 
Dalam mekanismenya, asuransi syariah tidak mengenal dana hangus seperti
yang terdapat pada asuransi konvensional. Jika pada masa kontrak peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa
reversing period, maka dana yang dimasukan dapat diambil kembali, kecuali sebagian
dana kecilyang telah diniatkan untuk Tabarru’ (dihibahkan).
6. 
Pembayaran klaim pada asuransi syariah diambil dari dana Tabarru’ (dana
kebijakan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong-menolong diantara peserta
bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran klaim
diambilkan dari rekening dan perusahaan.
7. 
Pembagian keuntungan pada asuransi syariah dibagi antara perusahaan
dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah ditentukan.
Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak milik
perusahaan.
8. 
Asuransi syariah menggunakan sistem sharing of risk dimana terjadi
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (Ta’awun)
sedangkan pada asuransi konvensional yang dilakukan adalah transfer of risk,
dimana terjadi pengalihan risiko dari tertanggung (klien) kepada penanggung
(perusahaan).
9. 
Asuransi syariah menggunakan konsep akuntansi cash basis yang mengakui
apa yang telah ada sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem akuntansi
accrual basis yang mengakui aset, biaya, kewajiban yang sebenarnya belum ada
(padahal belum tentu terealisasikan).
10. 
Asuransi syariah dibebeani kewajiban memebayar zakat dari keuntungan
yang diperoleh sedangkan asuransi konvensional tidak.

DAFTAR PUSTAKA

• 
Andri Soemitra, Bank dan lembaga keuangan syariah, Jakarta: Kencana,
2009
• 
Husain Husain Syahatah,  Asuransi
dalam perspektif syariah, Jakarta: Amzah, 2006
• 
Muhamad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Jakarta: Gema Insani, 2004



pengobatan lama menikah belum punya anak

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

BISNIS 2018