Monday, February 5, 2018

makalah Dinasti Sailendra


Posting : junet


MAKALAH
DINASTI SAILENDRA




DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
IRNAWATI
LIVIA ANDINI FATRIASIA
FEBRIANA PRATIWI SARI. M
FARID AFANDI
FAISAL
YASIR ASIDDIQ





SMA NEGERI 14 SINJAI BARAT TP.2017/2018
Kata Pengantar

             Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul Dinasti Sailendra ini semaksimal mungkin. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia I yang dibimbing oleh Bapak Sucitro.
            Dalam penulisan makalah ini, kami tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan memberi dukungan kepada kami dalam penyelesaian makalah ini.
 Kami  menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari pembaca makalah ini.

Sinjai Barat, 21 September 2017


Kelompok 2



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................................... i      
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
1.2              Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3              Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1              Asal-Usul Dinasti Sailendra...................................................................................... 2
2.2              Hubungan Dinasti Sailendra dengan Dinasti Sanjaya.............................................. 5
2.3              Kehidupan masyarakat Mataram di bawah pemerintahan Dinasti Sailendra .........5
2.4              Penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno........................................................6
BAB III PENUTUP
         3.1       Kesimpulan ............................................................................................................ 8
         3.2       Saran.......................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Dinasti sailendra merupakan dinasti yang pertama kali di jumpai di prasasti kalasan pada tahun 778 masehi. Di luar Indonesia Wangsa Sailendra ditemukan dalam prasasti Ligor pada tahun 775 Masehi dan prasasti Nalda. Ada beberapa nama wangsa di India dan daratan Asia Tenggara yang sama artinya dengan Sailendra, yaitu raja gunung, hal ini menimbulkan berbagai teori tentang asal-usul wangsa Sailendra di Jawa.
Selama ini kerajaan  dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era  atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah.
Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan . Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.

1.2   Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana asal-usul Dinasti Sailendra ?
2.      Siapa nama raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Sailendra ?
3.      Apa hubungan antara Dinasti Sailendra dengan Dinasti Sanjaya?
4.      Apa penyebab runtuhnya Dinasti Sailendra ?
1.3  Tujuan pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan pembahasan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan memahami asal-usul Dinasti Sailendra.
2.      Untuk mengetahui dan memahami nama raja-raja yang pernah memerintah Dinasti Sailendra.

3.      Untuk mengetahui dan memahami hubungan antara Dinasti Sailendra dengan Dinasti Sanjaya.
4.      Untuk mengetahui dan memahami penyebab runtuhnya Dinasti Sailendra
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal-Usul Dinasti Sailendra
Śailendravamśa atau wangsa sailendra adalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya, pulau Sumatera; dan di Mdang (Kerajaan ), Jawa Tengah sejak tahun 752 M. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa ini kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah, asal usul wangsa ini masih diperdebatkan. Disamping berasal dari Jawa, daerah lain seperti Sumatera atau bahkan India dan Kamboja, sempat diajukan sebagai asal mula wangsa ini.
Di Indonesia nama Wangsa Sailendra dijumpai pertama kali di dalam prasasti kalasan pada tahun 778 M. Kemudian istilah itu muncul pula di dalam prasasti dari desa Kelurak pada tahun 782 M (sailendrawansatikelana), dalam prasasti Abhayagiriwihara pada tahun 792 Masehi (dharmmatungadewansatikena), prasasti Sojomerto pada tahun 725 masehi (Selendranamah) dan prasasti Kayumwunan pada tahun 824 Masehi (Sailendrawansatilaka). Di luar Indonesia Wangsa Sailendra ditemukan dalam prasasti Ligor pada tahun 775 Masehi dan prasasti Nalda. Prasasti-prasasti tersebut semuanya menggunakan bahasa Sansekerta. Mengenai asal-usul keluarga sailendra banyak dipersoalkan oleh beberapa sarjana. Berbagai pendapat telah ditemukan oleh sejarawan dan arkeolog dari berbagai Negara. Ada yang mengatakan keluarga Sailendra berasal dari Sumatra dari India, dan dari Funan.
Ada beberapa nama wangsa di India dan daratan Asia Tenggara yang sama artinya dengan Sailendra, yaitu raja gunung, hal ini menimbulkan berbagai teori tentang asal-usul wangsa Sailendra di Jawa.
Berikut ini teori-teori tentang asal-usul Dinasti Sailendra :
Teori India
Majumdar beranggapan bahwa keluarga Śailendra di Nusantara, baik di Śrīwijaya (Sumatera) maupun di Mdaŋ (Jawa Tengah) berasal dari Kalingga (India Selatan). Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Nilakanta Sastri dan Moens. Moens menganggap bahwa keluarga Śailendra berasal dari India yang menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada tahun 683 Masehi, keluarga ini melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya.
Teori Funan
George Cœdès lebih condong kepada anggapan bahwa Śailendra yang ada di Nusantara itu berasal dari Funan (Kamboja). Karena terjadi kerusuhan yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Funan, kemudian keluarga kerajaan ini menyingkir ke Jawa, dan muncul sebagai penguasa di  pada pertengahan abad ke-8 Masehi dengan menggunakan nama keluarga Śailendra. Namun teori ini tidak terbukti kuat karena beberapa prasasti dan catatan sejarah menyatakan bahwa sebelum bermukim di Jawa, keluarga Sailendra telah bermukim turun-temurun di Sumatera.

Teori Nusantara
Teori Nusantara mengajukan kepulauan Nusantara; terutama pulau Sumatera atau Jawa; sebagai tanah air wangsa ini. Teori ini mengatakan bahwa wangsa Śailendra mungkin berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah dan berkuasa di Jawa, atau mungkin wangsa asli dari pulau Jawa tetapi mendapatkan pengaruh kuat dari Sriwijaya.
Menurut beberapa sejarawan, keluarga Śailendra berasal dari Sumatera yang bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke tanah Jawa pada abad ke-7 Masehi dengan menyerang kerajaan Tarumanagara dan Ho-ling di Jawa. Serangan Sriwijaya atas Jawa berdasarkan atas Prasasti Kota Kapur yang mencanangkan ekspansi atas Bumi Jawa yang tidak mau berbakti kepada Sriwijaya. Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar Dapunta Selendra pada prasasti Sojomerto. Gelar ini ditemukan juga pada prasasti Kedukan Bukit pada nama Dapunta Hiyaŋ. Prasasti Sojomerto dan prasasti Kedukan Bukit  merupakan prasasti yang berbahasa Melayu Kuna.
Teori Nusantara juga dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan nama prasasti Sojomerto itu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santanū), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampūla) (da pū nta selendra namah santanū nāma nda bapa nda bhadrawati nāma nda aya nda sampūla nāma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan Śailendra yang berkuasa di Mdaŋ.
Nama Dapunta Selendra jelas merupakan ejaan Melayu dari kata dalam bahasa Sanskerta Śailendra karena di dalam prasasti digunakan bahasa Melayu Kuna. Jika demikian, kalau keluarga Śailendra berasal dari India Selatan tentunya mereka memakai bahasa Sansekerta di dalam prasasti-prasastinya. Dengan ditemukannya prasasti Sojomerto telah diketahui asal keluarga Śailendra dengan pendirinya Dapunta Selendra. Berdasarkan paleografinya, prasasti Sojomerto berasal dari sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi.
Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari keluarga Śailendra, asli Nusantara yang menganut agama Śiwa. Tetapi sejak Paņamkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahāyāna, raja-raja di Matarām menjadi penganut agama Buddha Mahāyāna juga. Pendapatnya itu didasarkan atas Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa Rakai Sañjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban atau Rakai Tamperan untuk berpindah agama karena agama yang dianutnya (aliran Siwa) ditakuti oleh semua orang. Kabar mengenai Rakai Panangkaran yang berpindah agama dari aliran Siwa menjadi Buddha Mahayana juga sesuai dengan isi Prasasti Raja Sankhara (koleksi Museum Adam Malik yang kini hilang).
Kemudian Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sañjaya mendirikan sebuah lingga di bukit Sthīrańga untuk tujuan dan keselamatan rakyatnya. Disebutkan pula bahwa Sañjaya memerintah Jawa menggantikan Sanna; Raja Sanna mempunyai saudara perempuan bernama Sanaha yang kemudian dikawininya dan melahirkan Sañjaya.
Dari prasasti Sojomerto dan prasasti Canggal telah diketahui nama tiga orang penguasa di Mdaŋ (Matarām), yaitu Dapunta Selendra, Sanna, dan Sañjaya. Raja Sañjaya mulai berkuasa di Mdaŋ pada tahun 717 Masehi. Dari Carita Parahiyangan dapat diketahui bahwa Sena (Raja Sanna) berkuasa selama 7 tahun. Kalau Sañjaya naik takhta pada tahun 717 Masehi, maka Sanna naik takhta sekitar tahun 710 Masehi. Hal ini berarti untuk sampai kepada Dapunta Selendra (pertengahan abad ke-7 Masehi) masih ada sisa sekitar 60 tahun. Kalau seorang penguasa memerintah lamanya kira-kira 25 tahun, maka setidak-tidaknya masih ada 2 penguasa lagi untuk sampai kepada Dapunta Selendra.
Dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahwa Raja Mandimiñak mendapat putra Sang Sena (Sanna). Ia memegang pemerintahan selama 7 tahun, dan Mandimiñak diganti oleh Sang Sena yang memerintah 7 tahun. Dari urutan raja-raja yang memerintah itu, dapat diduga bahwa Mandimiñak mulai berkuasa sejak tahun 703 Masehi. Ini berarti masih ada 1 orang lagi yang berkuasa sebelum Mandimiñak.
Karena teori Poerbatjaraka berdasarkan Carita Parahiyangan, maka keluarga Śailendra diduga berasal dari pulau Jawa yang berada dibawah pengaruh Sriwijaya. Tokoh Sanna dan Sanjaya berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Mereka pada awalnya beragama Siwa seperti kebanyakan keluarga kerajaan permulaan di pulau Jawa seperti Tarumanagara dan Holing (Kalingga). Penggunaan bahasa Bahasa Melayu Kuna pada prasasti Sojomerto di Jawa Tengah serta penggunaan gelaran Dapunta menunjukkan bahwa keluarga Sailendra telah dipengaruhi bahasa, budaya, dan sistem politik Sriwijaya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa mereka adalah vasal atau raja bawahan anggota kedatuan Sriwijaya.
Hal ini seiring dengan kabar penakhlukan Bumi Jawa oleh Sriwijaya sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kota Kapur.
Berita Tiongkok yang berasal dari masa Dinasti Tang memberitakan tentang Kerajaan Ho-ling yang disebut She-po (Jawa). Pada tahun 674 Masehi rakyat kerajaan itu menobatkan seorang wanita sebagai ratu, yaitu Hsi-mo (Ratu Sima). Ratu ini memerintah dengan baik. Mungkinkah ratu ini merupakan pewaris takhta dari Dapunta Selendra? Apabila ya, maka diperoleh urutan raja-raja yang memerintah di Mdaŋ, yaitu Dapunta Selendra (?- 674 Masehi), Ratu Sima (674-703 Masehi), Mandimiñak (703-710 Masehi), R. Sanna (710-717 Masehi), R Sañjaya (717-746 Masehi), dan Rakai Paņamkaran (746-784 Masehi), dan seterusnya.
Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, yaitu :
a.       Prasasti Sojomerto
Prasasti yang berasal dai pertengaan abad ke-7 itu berebahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah penganut agama Siwa.
b.      Prasasti Kalasan
Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peniggalan Wangsa Sanjaya. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta berbagai penghadiahan di desa Kalasan untuk umat Budha.
c.       Prasasti Klurak
Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah prambanan menyebutkan tentang pembuatan Arca Manjustri yang merupakan perwujudan Sang Bundha, Wisnu dan Sangha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat itu yang bernama Raja Indra.
d.      Prasasti Ratu Boko
Prasasti berangka tahun 865 M menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pradhowardhani dan melarikan diri ke Palembang.

2.2  Raja- raja Syailendra
Adapun Raja- raja yang pernah berkuasa, yaitu :
1.      Bhanu (752 M-775M)
Raja banu merupakan raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra.
2.      Wisnu ( 775 M- 782 M)
Pada masa pemerintahannya, Candi Brobudur mulai di bangun tepatnya 778 M.
3.      Indra ( 782 M -812 M)
Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan.
4.      Samaratungga (812 m – 833 M)
Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Budha, samaratungga sangat menghayati nilai agama dan budaya. Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai di bangun.
5.      Pramodhawardhani ( 883 M – 856 M )
Pramodhawardhani adalah putri samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar keraton yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.
6.      Balaputera Dewa (883 M – 850 M)
Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibunya yang bernama Dewi Tara, Puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Belaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan Rakai Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Palembang.

2.3 Hubungan Dinasti Sailendra dengan Dinasti Sanjaya
Selama ini kerajaan  dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era  atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah.
Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan . Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang  Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru.
 Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta. Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa. Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru, tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra.
2.4 Penyebab Runtuhnya Dinasti Sailendra
Beberapa sejarahwan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarahwan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa.
 Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah. Untuk memantapkan posisinya di Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani, dengan anak Garung, Rakai Pikatan yang waktu itu menjadi pangeran wangsa Sanjaya. Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang Balaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani.
Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850 M, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Suwarnadwipa yang merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan Banten Girang. Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs Gunung Pulasari, Banten Girang.
Sementara itu, sejarahwan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavamça dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di Dataran Kedu, dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga.
Hal ini sesuai dengan penafsiran Slamet Muljana yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India).
 Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan  Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada makalah ini, maka kami menyimpulkan bahwa :
·         Dinasti Sailendra atau wangsa Sailendra tertulis dalam beberapa prasasti baik prasasti yang berada di Nusantara maupun yang berada di luar Nusantara. Hal ini menyebabkan adanya beberapa teori tentang Dinasti Sailendra.
·         Beberapa sejarahwan memiliki pernyataan yang berbeda-beda mengenai hubungan antara Dinasti Sailendra dengan Dinasti Sanjaya. Poerbatjaraka menolak pernyataan Dr. Bosch yang mengatakan bahwa kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh dua wangsa.
·         Ada delapan raja yang pernah berkuasa, raja pertama bernama Bhanu. Pembuatan candi Borobudor dimulai pada masa pemerintahan Raja Wisnu dan selesei pada masa pemerintahan Raja Samaratungga.
·         Ada dua pendapat yang menyatakan penyebab runtuhnya Dinasti Sailendra.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa yang mengambil disiplin ilmu sejarah, sudah semestinya kita mengetahui kisah-kisah kerajaan pada masa lampau. Ilmu sejarah adalah ilmu yang dinamis. Siapa saja bisa menjadi penemu atau pengungkap peristiwa sejarah asalkan ia memiliki bukti-bukti yang kuat. Dan sebagai mahasiswa progam studi pendidikan sejarah sebaiknya kita lebih cermat dan aktif dalam menelaah peristiwa-peristiwa sejarah. Kita harus bersikap sangsi dan tidak mudah menerima berita tanpa penyeleksian terlebih dahulu. Dan juga kita tidak boleh bersikap subjektif dalam menilai suatu ilmu.



DAFTAR PUSTAKA

Berg H.J.,Van den, et al. 1951. Dari Panggung Peristiwasejarah Dunia 1,11.         Jakarta:Groningen.
Kutoyo, Sutrisno, et al. 1985. Sejarah Indonesia 1,11. Jakarta:Wijaya.
Kartodirdjo, sartono 1988. Pengantar Indonesia11.Jakarta:Gramedia.



No comments:

Post a Comment

pengobatan lama menikah belum punya anak

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

BISNIS 2018