SEJARAH PERTUMBUHAN AGAMA ISLAM PADA MASA RASULULLAH
SAMPAI MASA DAULA ABBASIYAH
Kelompok 1
DWI MAULIA
FITRI RAMADHANI
FITRIANI
SAMSINAR
2018
SEJARAH PERTUMBUHAN AGAMA ISLAM PADA MASA RASULULLAH
SAMPAI MASA DAULA ABBASIYAH
A. Dakwah Nabi Muhammad Saw
pada periode Mekkah
1.
Langkah Dakwah Nabi Muhammad Saw
Langkah pertama yang dilakukan adalah
berdakwah secara diam-diam di lingkungan keluarga terdekat seperti disebutkan
dalam Al-Qur’an.[8]Beliau berusaha menjelaskan ajaran Islam kepada keluarga dan
kawan dekatnya. Mereka orang yang pertama-tama memeluk agama Islam baik dari
kalangan keluarga terdekat maupun sahabat disebut dengan Assabiqunal Awwalun.
Setelah beberapa lama Rasululah melakukan
dakwah secara rahasia, maka turunlah perintah Allah agar beliau melakukan
dakwah secara terbuka di hadapan umum seperti telah dituturkan dalam
Al-Qur’an.[9]Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah
secara terbuka adalah mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani
Muthalib.
Kemudian Nabi Muhammad Saw mengajak
masyarakat umum. Mereka mulai mengajak ke segenap lapisan masyarakat, mulai
dari masyarakat bangsawan, hingga kelas hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru
penduduk Mekkah, keudian penduduk negeri-negeri lain. Pertemuan dengan penduduk
Mekkah dilakukan di bukit Shafa. Dalam pertemuan itu Nabi Muhammad Saw
menjelaskan bahwa ia diutus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah Allah
dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala.
Dengan seruan secara terbuka itu, Nabi
Muhammad dan Islam menjadi perhatian dan perbincangan di kalangan masyarakat
kota Mekkah. Masyarakat Quraisy beranggapan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad
Saw tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, mereka tidak
peduli dan berusaha menentangnya habis-habisan higga agama Islam tersebut
lenyap dari muka bumi ini. Selain itu, mereka memulai strategi untuk
mengacaukan kegiata dakwah Islam dan berusaha menghambat gerak laju
perkembangan agama Islam di kota Mekkah dan masyarakat Arab lainnya.
2.
Respon Masyarakat Mekkah terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw
Dakwah Islam yang dilakukan Rasul baik
secara diam-diam maupun secara terbuka, mendapat tanggapan (respon) yang
beragam. Ada yang menerima dan banyak pula yang menolak. Sejumlah kecil mereka
yang menerima ajaran Islam adalah para sahabat dan keluarga dekat Rasulullah
Saw, meskipun ada juga keluarga dekatnya yang menolak misalnya, Abu Lahab.
Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat
Arab di kota Mekkah ada yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tapi pada
umumnya masyarakat Arab kota Mekkah menolak dan tidak menghendaki kehadiran
Islam dan umat Islam dan umat Islma di kota tersebut. Hal ini dapat kita lihat
dari berbagai penghinaan bahka ancaman penbunuhan yang ditujkan kepada Nabi
Muhammad Saw dan umat Islam.
3.
Hambatan dan Rintangan Dakwah Islam di Mekkah
Para tokoh masyarakat Quraisy mulai
menyebarkan isu yang tidak benar mengenai ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw
sebagai salah satu cara untuk menghambat gerakan Islamisasi sehingga banyak
masyarakat yang terpengaruh oleh isu-isu yang menimbulkan fitnah tersebut.
Bahkan Abu Thalib, paman Nabi yang memelihara dan mengasuhnya sejak kecil juga
dihasut untuk melarang Nabi Muhammad Saw agar tidak menyebarkan ajaran islam.
Karena tidak tahan atas ancaman dan teror yang diarahkan kepadanya, maka pada
suatu ketika, Abu Thalib membujuk Nabi Muhammad Saw agar bersedia menghentikan
kegiatan dakwahnya.
Mereka yang tidak senang dengan ajakan
Nabi Muhammad Saw terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi dengan
berbagai cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Mereka menerima siksaan di
luar batas perikemanusiaan. Misalnya: dipukul, dicambuk, tidak diberi makan dan
minum. Bilal dijemur di bawah terik matahari dan ditindih batu besar. Istri
Yasir yang bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampai terpanggang.
4.
Boikot dan Rencana Pembunuhan terhadap nabi Muhammad Saw
Kegagalan masyarakat kafir Quraisy dalam
membujuk Nabi Muhammad saw untuk meninggalkan dakwahnya justru memperkuat
posisi umat Islam di kota Mekkah. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras
reaksi kaum kafir Quraisy. Mereka mencoba menempuh cara-cara baru, yaitu
melumpuhkan kekuatan Nabi Muhammad Saw yang bersandar pada perlindungan
keluarga Bani Hasyim. Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala
bentuk hubungan dengan Bani Hasyim. Tidak seortang pun dari penduduk Mekkah
yang diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan
itu dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama serta disimpan di
dalam Ka’bah. Pemboikotan ini berlangsung selama lebih kurang tiga tahun, yang
dimulai pada bulan Muharram tahun ketujuh kenabian, bertepatan dengan tahun 616
M. Di anatar isi piagam pemboikotan ini adalah sebagai berikut :
1.
Mereka tidak akan menikahi orang-orang Islam
2.
Mereka tidak akan menerima permintaan nikah dari orang-orang Islam
3.
Mereka tidak akan berjual beli apa saja dngan orang-orang Islam
4.
Mereka tidak akan berbicara dan tidak akan menjenguk orang-orang Islam
yang sakit
5.
Mereka tidak akan menerima permintaan damai dengan orang-orang Islam,
sehinhgga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim
menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tiada bandingnya.
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy merasa iba
dengan penderitaan yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya mereka merobek
isi piagam tersebut dan memusnahkannya. Dengan perobekan itu, otomatis
pemnboikotan itu berakhir.
D.
Strategi Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad Saw
1.
Hijrah ke Habsyi yang pertama
Penyiksaan dan penganiayaan kafir Quraisy
yang diuar batas perikemanusiaan terhadap orang-osang muslim membuat hati nabi
tidak tahan melihat penderitaan itu. Akhirnya Nabi Muhammad menyarankan kepada
sahabatnya untuk mengungsi ke Habsyi guna menghindar dari gangguan, siksaan dan
ancaman orang-orang kafir Quraisy. Pada bulan ketujuh tahun kelima kenabian
berangkatlah 11 orang laki-laki beserta 4 wanita kemudian rombongan berikutnya
menyusul hingga jumlah yang hijrah ke Habsyi mencapai 70 orang. Kedatangan orang-orang
Islam di Habyi disambut dengan baik oleh raja Nejus. Bahkan ia memberikan
perlindungan dan diizinkan untuk melaksanakan ibadah Islam. Keadaan itu berubah
ketika orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Raja Nejus. Mereka meminta
agar Raja Habsyi itu mengembalikan orang-orang mukmin ke negei asalnya, yaitu
Mekkah. Namun permintaan itu ditolaknya.
Ketika umat Islam berada di Habsyi Rasulullah tetap tinggal di kota
mekkah. Beliau tetus berusaha menyebarkan Islam kepada masyarakat Quraisy, meskipun
mendapat ancaman dan gangguan yang luar biasa. Usaha Rasulullah Saw ini
ternayat tidak sia-sia. Ia b erhasil mempengaruhi beberapa tokoh Quraisy,
misalnya, Hamzah bin Abdul Muthalib yang masuk Islam pada tahun 615 M
bertepatan pada tahun ke enam kenabian.
2.
Hijrah ke Habsyi yang kedua
Umat Islam yang hijrah ke Habsyi pertama
berlangsung slama 2 bulan. Setelah itu mereka kembali ke Mekkah. Melihat
keberhasilan umat Islam untuk bertahan dan mendapat perlindungan di Habsyi,
kafir Quraisy semakin geram. Karena itulah, Nabi Muhammad menyarankan kembali
kepada umat Islam untuk hijrah ke Habsyi. Hijrah kedua ini diikuti oleh 101
orang diantarnaya terdapat 18 orang wanita yang dipimpin oleh Jakfar bin Abi
Thalib.
Kepergian umat Islam yang kedua ini ke Habsyi masih mendapat sambutan
yang hangat dari Raja Nejus. Rupanya kebaikan hati Raja Nejus ini membuat marah
orang-orang kafir Quraisy. Mereka tidak tahan dan terus berusaha untuk
menghambat langkah perkembangan Islamdengan berbagai cara. Melihat keseriusan
orang-orang kafir Quraisy, Raja Nejus berusaha mengumpulkan umat Islam untuk
meminta penjelasan yang sebenarnya. Dalam kesempatan ini Jakfar bin Abi Thalib
bertindak sebagai juru bicara umat Islam untuk menjelaskan hal yang sebenarnya
mengenai ajaran Islam kepada Raja Nejus. Akhirnya Raja mengerti dan Raja Nejus
pun masuk Islam.
3.
Misi ke Thaif
Tahun kesepuluh kenabian, dikenal dengan
tahun duka bagi Nabi Muhammad Saw sebab dua orang yang sangat dicintainya
meninggal dunia, yaitu Siti Khadijah dan Abu Thalib. Dengan meninggalnya
mereka, orang-orang kafir Quraisy semakin berani mengganggu dan menyakiti Nabi
Muhammad saw. Karen apenderitaan yang dialami Nabi Muhammad semakin hebat, ia
bersama Zaid berencana pergi ke Thaif guna meminta bantuan serta perlindungan
dari keluarganya yang berada di kota itu. Akan tetapi mereka tidak mau
meberikan perlindungan dan bantuan apaun kepada nabi Muhammad Saw. Bahkan
beliau diusir dan dihina dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Beliau diusir
dan dilempari batu oleh pemuda kota Thaif.
4.
Perjanjian aqabah
a.
Perjanjian Aqabah I
Pada tahun ke 12 kenabian, bertepatan
dengan tahun 621 M, Nabi Muhammad Saw menemui rombongan haji dari Yatsrib.
Rombongan haji tersebut berjumlah sekitar 12 orang. Kepada mereka Nabi Muhammad
menyampaikan dakwahnya. Seruan itu mendapat sambutan hangat sehingga mereka
menyatakan keislamannya di hadapan Nabi Muhammad. Pertemuan tersebut terjadi di
salah satu bukit di kota Mekkah, yaitu bukit Aqabah. Disini mereka mengadakan
persetujuan untuk membantu Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.
Isi perjanjian aqabah itu antara lain
sebagi berikut :
1.
Mereka menyatakan setia kepada Nabi Muhammad
2.
Mereka menyatakan rela berkorban harta dan jiwa
3.
Mereka bersedia ikut menyebarkan ajaran Islam yang dianutnya
4.
Mereka menyatakan tidak akan menyekutukan Allah
5.
Mereka menyatakan tidak akan membunuh
6.
Mereka menyatakan tidak akan mralkukan kecurangan dan kedustaan.
b.
Perjanjian Aqabah II
Pada tahun ke 13 kenabian, bertepatan
dengan tahun 622 M, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekkah untuk
melaksanakan ibadah haji. Jamaah itu berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di
kota Mekkah, mereka menemui Nabi Muhammad menyampaikan pesan berupa permintaan
masyarakat Yatsrib agar Nabi Muhammad bersedia datang ke kota Mekkah,
memberikan penerangan tentang ajaran islam dan sebagainya. Permohonan itu
dikabulkan Nabi Muhammad dan beliau menyatakan kesediannya untuk datang dan
berdakwah disana. Untuk memperkuat kesepakatan itu, mereka mengadakan
perjanjian yang disebut perjanjian aqabah yang kedua yang berisi :
1.
Penduduk Yatsrib siap dan bersedia melindungi Nabi Muhammad
2.
Penduduk Yatsrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa
3.
Penduduk Yatsrib ikut berusaha memajukan agama Islam dan menyiarkan
kepada sanak keluarga mereka
4.
Penduduk Yatsrib siap menerima segala resiko dan tantangan.
E.
Dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Madinah
1.
Hijrah ke Yatsrib
Setelah Baiah Aqabah Kedua tindakan
kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy
sepakat akan membunuh Rasulullah. Menghadapi kenyataan ini Rasulullah
menganjurkan para sahabatnya untuk segera pindah ke Yatsrib. Rasulullah meninggalkan
Mekkah setelah seluruh kaum muslimin, kecuali Ali dan keluarganya serta Abu
Bakar dan keluarganya, sudah keluar dari Mekah. Ketika akan berangkat,
Rasulullah meminta Ali untuk tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang
berencana membunuhnya. Beliau berangkat ke gua Tsur, arah selatan Mekah,
ditemani oleh Abu Bakar.
Mereka bersembunyi di gua Tsur selama tiga malam. Tidak ada yang tahu
tentang keadaan dan tempat persembunyian mereka selain putera pteri Abu Bakar
sendriri, Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta sahayanya, Amir ibn Fuhairah.
Merekalah yang mengirimkan makanan setiap malam dan menyampaikan kabar mengenai
pergunjingan penduduk Mekah tentang Rasulullah. Pada malam yang ketiga mereka
keluar dari persembunyiannya untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib
ditemani oleh Abdullah ibn Abi Bakar dan Abdullah ibn Arqad, seorang musyrik
yang bertugas selaku penunjuk jalan.
Senin tengah hari 8 Rabiul Awwal
Rasulullah tiba di Quba, sekitar 10 kilometer dari kota Yatsrib. Selama tinggal
di Quba beliau menginap di rumah Kultsum ibn Hadam, seorang laki-laki tua yang
rumahnya biasa dijadikan pangkalan bagi orang-orang yang baru datang ke
Yatsrib. Adapun Abu Bakar menginap di rumah Hubaib ibn Isaf atau Kharijah ibn
Zaid. Pada saat itulah masjid pertama dibangun di sini atas saran Ammar ibn
Yasir. Rasulullah sendiri yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti
oleh Abu Bakar, kemudian diselesaikan oleh para sahabatnya. Tiga hari kemudian
Ali ibn Abi Thalib tiba pula di Quba setelah menempuh perjalanan selama 15
hari. Ia bergaung dengan Rasulullah tinggal di rumah ibn Hadam. Keesokan
harinya, Jumat 12 Rabiul Awal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan
Muhajirin ini melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan Rasulullah disambut hangat
penuh kerinduan oleh kaum Anshar. Kemudian unta Nabi berhenti di salah satu
kebun yang ditumbuhi beberapa pohon kurma, bersebelahan dengan rumah Abu Ayyub.
Kebun ini milik dua anak yatim bersaudara yang diasuh oleh Abu Ayub, bernama
Sahl dan Suhail, putera Rafi’ ibn Umar. Atas permintaan Mu’adz ibn Ahra’, kebun
ini dijual, dan diatasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak
kedatangan Rasulullah, Yatsrib berubah namanya menjai Madinah al-Rasul atau
al-Madinah al-Munawwarah.
2.
Pembinaan Masyarakat dan Peletakan Dasar-dasar Kebudayaan Islam
Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah
dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru
terbentuk. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah itu pada
umumnya merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat
dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi dan politik yang
bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Lembaga utama dan pertama yang dibangun
Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid. Pertama masjid
Quba, selang beberapa hari kemudian Masjid Nabawi dibangun setelah Rasulullah
tiba di Yatsrib.
Muhammad ternyata bukan hanya seorang
Nabi dan Rasul, tapi juga seorang ahli politik yang ulung dan diplomat yang
bijak, sebagai pahlawan perkasa di medan perang, dan sebagai ksatria dalam
memperlakukan musuh yang kalah. Kepiawannya berpolitik antara lain ditunjukkan
dalam perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah. Dengan perjanjian
iyu, kota Madinah menjadi Madinah al-Haram dalam arti yang sebenarnya.
Perjanjian ini kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.
Beberapa asas masyarakat Islam yang telah
diletakkan oleh Rasulullah antara lain al-ikha (persaudaraan), al-musawah
(persamaan), al-tasamuh (toleransi), al-tasyawur (musyawarah), al-ta’awun
(tolong menolong), al-adalah (keadilan). Atas dasar ini pula Rasulullah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.
3.
Memelihara dan Mempertahankan Masyarakat Islam
a.
Rongrongan kaum Yahudi
Kaum Yahudi Madinah yaitu Bani Qainuqa,
Bani Nadlir dan Bani Quraidhah sejak semula sudah mempercayai akan datangnya
nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci mereka tetapi mereka
ingkar.
Kira-kira setahun kemudian setelah
pengusiran Bani Qainuqa pada akhir tahun kedua setelah hijrah, Amr ibn Jahasy
dari Bani Nadlir mencoba hendak membunuh Rasulullah. Ia menjatuhkan batu dari
atas tembok tempat beliau dan para
sahabatnya beristirahat. Atas penghianatan itu, perkampungan mereka dikepung
selama 16 hari, dan mereka diusir dari Madinah.
Pengusiran terhadap Bani Nadlir mendorong
mereka untuk bersekutu dengan kabilah-kabilah besar Arab seperti Quraisy,
Ghathfan, Bani Murrah dan lain-lain untuk bersama-sama menyerang Madinah.
Terjadilah perang Ahzab pada tahun 5 H. Kota Madinah dikepung, sehingga kaum
muslimin terancam kelaparan. Ketika musuh menghentikan pengepungan dan
meninggalkan Madinah tanpa hasil sedkit pun, kaum muslimin mengepung
perkampungan Quraidhah selama 25 hari. Karena penghianatannya, mereka dihukum
mati, sementara anak-anak dan perempuan meraka ditawan.
b.
Rongrongan orang-orang munafik
Ketika Rasulullah bersiap untuk
menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan itu
atas hasutan Abdullah ibn Ubai, pemimpin mereka. Mereka juga mengadakan
hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah menjanjikan bantuan kepada bani
Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini mengianati kaum muslimin. Terhadap
orang-orang munafik ini Rasulullah bersikap lunak sambil berusaha menyadarkan
mereka supaya beriman secara benar. Usaha Rasulullah tidak sia-sia, ternyata
kelompok orang munafik ini tidak ditemukan lagi setelah Abdullah ibn Ubay
meninggal dunia.
BACA JUGA
https://junetfhoto.blogspot.co.id/2018/03/cara-efektif-mengobati-mata-rabun.html
c.
Rongrongan kafir Quraisy dan sekutunya
Perang sebagai jawaban atas sikap
permusuhan kafir Quarisy terjadi pertama kali di lembar Badar pada tanggal 17
Ramadhan 2 H. Dalam al-Qur’an peristiwa itu disebut yaum al-furqan, artinya
hari pemisah antara yang hak dan yang batil. Kendatipun jumlah pasukan Islam
jauh lebih kecil dari pasukan Quraisy, namun mereka berhasil meraih kemenangan.
Sementara itu, kafir Quarisy bertekad membalas kekalahan itu dengan
mempersiapkan 3000 pasukan dengan perbekalan yang cukup dan persenjataan yang
lengkap. Turut ambil bagian dalam pasukan itu, Arab Tihamah, Kinanah, Bani
Harits, Bani Haun, dan Bani Musthaliq. Pada bulan Sya’ban 3 H terjadilah perang
Uhud. Dalam peristiwa ini umat Islam menderita kekalahan. Kurang lebih 70 orang
sahabat Rasulullah gugur sebagai syuhada, termasuk di antaranya Hamzah ibn Abd
al-Muthalib, paman Rasulullah.
Sementara kaum kafir Arab
meningkatkan kerjasama untuk menyempurnakan kemenangan mereka, Bani Nadlir
mencoba melakukan pembunuhan atas diri Rasulullah, namun gagal dan mereka
diusir dari Madinah. Mereka kemudian bersekutu dengan kafir Quraisy dan
kabilah-kabilah Arab lain yang memusuhi Islam. Bulan Syawal 5 H kurang lebih
14000 tentara, diantaranya 4000 dari Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan,
menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini Rasulullah memilih bertahan di dalam
kota. Atas saran Salman al-Farisi, di bagian utara kota digali parit yang lebar
dan dalam, sementara di bagian yang lain dijaga ketat dengan menutup setiap
lorong untuk masuk ke dalam kota. Perang ini dikenal dengan perang Khandaq,
karena kaum muslimin meggunakan parit (khandaq) sebagai benteng pertahanan.
Dikenal pula dengan perang Ahzab, karena musuh yang menyerang Madinah terdiri
dari berbagai golongan yang bersekutu.
4.
Fase Perjuangan setelah Perang Ahzab
Pada bulan Dzu al-Qa’dah 6 H Rasulullah
dan sekitar 10.000 sahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dan
haji. Tidak ada senjata yang mereka bawa selain pedang yang tersimpan pada
sarungnya sekedar untuk menjaga diri selama dalam perjalanan. Kafir Quarisy
tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Mekah karena menurut mereka hal
ini berarti kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka mengirim
pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang rombongan
Rasulullah. Kaum muslimin dapat menghindari pertemuan dengan pasukan Khalid
dengan menempuh jslsn lsin, sehingga meeka sudah sampai di Hudaibiyah, beberapa
mil dari kota Mekah.
Rasulullah bermusyawarah dengan
para sahabat, dan memutuskan untuk mengutus Utsman bin Affan guna menyampaikan
maksud kedatangan mereka. Akan tetapi Utsman bin Affan ditahan dan timbul
desas-desus bahwa Utsman dibunuh. Kemudian rasulullah dan para sahabatnya
mengadakan sumpah setia untuk berperang sampai tercapai kemenangan yang disebut
baiah al-ridlwan karena diridhai oleh
Allah swt. Sumpah setia ini menggetarkan nyali musyrikin Quraisy, sehigga
mereka membebaskan Utsman dan mengirim Suhail ibn Amr al-Amiri untuk mengadakan
perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian
Hudaibiah yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
1.
Segala permusuhan antara kedua belah pihak dihentikan selama 10 tahun
2.
Setiap orang Quraisy yang datang kepada kaum muslimin tanpa seizin
walinya harus ditolak dan dikembalikan
3.
Setiap orang Islam yang menyerahkan diri
kepada pihak Quraisy tidak akan dikembalikan
4.
Setiap kabilah yang ingin bersekutu dengan kaum Quraisy maupun dengan
kaum muslimin tidak boleh dihalang-halangi oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ini.
5.
Kaum muslimin tidak boleh memasuki Mekah pada tahun ini, namun diberi
kesempatan pada tahun berikutnya dengan syarat tidak membawa senjata, kecuali
pedang dalam sarungnya dan tidak tinggal di Mekah lebih dari tiga hari.
Kaum muslimin berhasil memasuki kota
Mekah tanpa setetes darah pun pada tahun 20 Ramdhan tahun 8 H. Para penakluk
kemudian berthawaf menegelilingi Ka’bah dan menghancurkan patung-patung yang
ada di rumah suci itu. Peristiwa ini dikenal dengan Fathu Mekah (pembebasan
Mekah).
Pada bulan Rajab 9 H bertepatan dengan
Oktober 630 M, Rasulullah mempersiapkan pasukan untuk meghadapi tentara Romawi
di Utara. Pasukan Romawi yang semula akan menyerang Islam, mundur kembali ke
negerinya stelah melihat betapa besar jumlah pasukan kaum muslimin yang
dipimpin Rasululah tak kena mundur. Peristiwa ini dikenal dengan Perang Tabuk.
Oleh karena itu, sejak tahun 9 H (630/631
M) para utusan kabilah-kabilah Arab datang berbondong-bondong menghadap
Rasulullah menyatakan masuk Islam. Mereka itu antara lain Bani Tsaqif, dari
Thaif, Bani Asad dari Najd, Bani tamim disusul kemudian oleh perutsan dari
Yaman dan sekitarnya pada tahun 10 H. Dengan demikian, tahun ini disebut dengan
tahun perutusan atau ‘am alwufud.
B. PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam
yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam.
Para ahli sejarah tidak meragukan hasil
kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam.
Dalam makalah ini kami akan membahas
tentang sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, sistem politik, perkembangan
iptek dan pemikiran filsafat, ilmu kalam, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf pada
masa bani Abbasiyah.
A.
Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah
melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman Nabi
Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad
ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104
H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H. Kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258M.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan
diseluruh negeri. Pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari
segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan
Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh
pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti
Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.
Dari sini dapat diketahui bahwa
bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian
Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah
penggantian struktur sosial dan ideologi, sehinggadapat dikatakan kebangkitan
Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
B.
Sistem Politik Abbasiyah
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan
berkembang sebagai sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin Bani
Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada
pemerintahan (Khalifah) adalah berasal
dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar
pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini dapat
dilihat dengan perkataan Khalifah
Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya”.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani
Abbasiyah I antara lain:
a. Para Khalifah tetap dari
keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari
keturunan Persia dan mawali.
b. Kota Baghdad digunakan
sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial
dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan
dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan berpikir sebagai
HAM diakui sepenuhnya.
e. Para menteri turunan
Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah.
Selanjutnya periode II , III , IV,
kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami
penurunan, terutama kekuasaan politik
sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil)
sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja.
Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan
atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah
kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, daulah Fatimiyah.
Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh
para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari
kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu: pertama,
tindakan keras terhadap Bani Umayah, dan kedua pengutamaan orang-orang turunan
persia.
Berdasarkan perubahan, para sejarawan
membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu:
1. Periode Pertama (750-847
M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam
berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para
Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut:
a.
Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
b.
Abu Ja’far al mansyur (754-775 M)
c.
Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
d.
Abu Musa Al-Hadi (785-786 M)
e.
Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
f.
Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g.
Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)
h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)
i.
Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
j.
Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861 M)
2. Periode kedua (232-590 H /
847-1194 M)
Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari
sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara
otonom:
a.
Kaum Turki (232-590 H)
b.
Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)
c.
Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya
melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah.
3. Periode ketiga (590-656 H
/ 1194-1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada
kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan
sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam
di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu:
1.
Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750
M, sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq (847 M).
2.
Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah Al-Mutawakkil (847 M), sampai
berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3.
Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M)
sampai masuk kaum Saljuk ke Baghdad (1055 M).
4.
Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad (1055
M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu
Khan pada tahun 656 H (1258 M).[1]
C.
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Masa Bani Abbasiyah
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi
pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833
M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan
melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas
wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India
Pada masanya hidup pula para filusuf,
pujangga, ahli baca Al-Quran dan para ulama di bidang agama. Didirikan
perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, didalamnya orang dapat membaca,
menulis dan berdiskusi. Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat
beragama, menunaikan ibadah haji setiap tahun yang diikuti keluarga dan
pejabat-pejabatnya serta para ulama dan berderma kepada faqir miskin.
Pada masanya berkembang ilmu pengetahuan
agama seperti ilmu Alquran, qira’at, hadits, fiqih, ilmu kalam, bahasa dan
sastra. Empat mazhab fiqih tumbuh dan berkembang pada masa dinasti Abbasiyah.
Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika,
ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik,
kedokteran dan kimia.[2]
Kecanggihan teknologi masa ini juga
terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur Masjid
Agung Cordoba, Blue Mosque di Konstantinopel atau menara spiral di Samara yang
dibangun oleh khalifah Al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang
dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang
dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Kemajuan intelektual pada waktu itu
setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi
antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat
penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui
terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan Terjemah Pada masa
daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum
terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah.[3]
D.
Pemikiran Filsafat, Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Tasawuf pada Dinasti
Abbasiyah
Dari hasil ijtihad dan semangat riset,
maka para ahli pengetahuan, para alim ulama,
berhasil menemukan berbagai keahlian
berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Filsafat
Kajian filsafat dikalangan umat Islam
mencapai puncaknya pada masa daulah Abbasiyah, diantaranya dengan penerjemahan
filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Para filusuf Islam antara lain:
1)
Abu Ishaq Al-Kindi (809-873 M). Karyanya lebih dari 231 judul.
2)
Abu Nasr Al-Farabi (961 M). Karyanya lebih dari 12 buah buku. Ia
memperoleh gelar Al-Mualimuts Tsani, yaitu guru kedua.
3)
Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M). Ia seorang filsuf yang
menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoteles dan Plato. Selain
filsuf Avicenna juga seorang dokter istana kenamaan. Diantara buku yang
terkenal adalah Asy-Syifa dan Al-Qanun fi Ath-Thib.
4)
Ibnu Bajah (w. 581 H)
5)
Ibnu Tufail (w. 581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin Yaqdzan.
6)
Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul Islam.
Karyanya antara lain: Maqasid Al-Falasifah, Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafut
Al-Falasifah, dan Ihya Ulumuddin.
7)
Ibnu Rusyd di Barat dikenal dengan Averros (1126-1198 M). Ia seorang
filsuf, dokter dan ulama.
2. Kalam
Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu kalam
karena dua factor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat.
Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola
rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin
Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
3. Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada
pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat
ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau
fiqih al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha’, imam syafi’I menyusun
kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab
al musnad ahmad
4. Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat
filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak
diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti
tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam
ilmu tasawuf adalah ihya ulum al-din.
No comments:
Post a Comment