Wednesday, April 4, 2018

SEJARAH PERTUMBUHAN AGAMA ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAMPAI MASA DAULA ABBASIYAH







SEJARAH PERTUMBUHAN AGAMA ISLAM PADA MASA RASULULLAH
SAMPAI MASA DAULA ABBASIYAH



Kelompok 1
DWI MAULIA
FITRI RAMADHANI
FITRIANI
SAMSINAR

2018


SEJARAH PERTUMBUHAN AGAMA ISLAM PADA MASA RASULULLAH

SAMPAI MASA DAULA ABBASIYAH
A.  Dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Mekkah
1.      Langkah Dakwah Nabi Muhammad Saw
Langkah pertama yang dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan keluarga terdekat seperti disebutkan dalam Al-Qur’an.[8]Beliau berusaha menjelaskan ajaran Islam kepada keluarga dan kawan dekatnya. Mereka orang yang pertama-tama memeluk agama Islam baik dari kalangan keluarga terdekat maupun sahabat disebut dengan Assabiqunal Awwalun.
Setelah beberapa lama Rasululah melakukan dakwah secara rahasia, maka turunlah perintah Allah agar beliau melakukan dakwah secara terbuka di hadapan umum seperti telah dituturkan dalam Al-Qur’an.[9]Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah secara terbuka adalah mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani Muthalib.
Kemudian Nabi Muhammad Saw mengajak masyarakat umum. Mereka mulai mengajak ke segenap lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat bangsawan, hingga kelas hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk Mekkah, keudian penduduk negeri-negeri lain. Pertemuan dengan penduduk Mekkah dilakukan di bukit Shafa. Dalam pertemuan itu Nabi Muhammad Saw menjelaskan bahwa ia diutus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala.
Dengan seruan secara terbuka itu, Nabi Muhammad dan Islam menjadi perhatian dan perbincangan di kalangan masyarakat kota Mekkah. Masyarakat Quraisy beranggapan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw tidak mempunyai dasar dan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, mereka tidak peduli dan berusaha menentangnya habis-habisan higga agama Islam tersebut lenyap dari muka bumi ini. Selain itu, mereka memulai strategi untuk mengacaukan kegiata dakwah Islam dan berusaha menghambat gerak laju perkembangan agama Islam di kota Mekkah dan masyarakat Arab lainnya.

2.      Respon Masyarakat Mekkah terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw
Dakwah Islam yang dilakukan Rasul baik secara diam-diam maupun secara terbuka, mendapat tanggapan (respon) yang beragam. Ada yang menerima dan banyak pula yang menolak. Sejumlah kecil mereka yang menerima ajaran Islam adalah para sahabat dan keluarga dekat Rasulullah Saw, meskipun ada juga keluarga dekatnya yang menolak misalnya, Abu Lahab.
Meskipun bisa dikatakan bahwa masyarakat Arab di kota Mekkah ada yang menerima ajaran Islam secara ikhlas, tapi pada umumnya masyarakat Arab kota Mekkah menolak dan tidak menghendaki kehadiran Islam dan umat Islam dan umat Islma di kota tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari berbagai penghinaan bahka ancaman penbunuhan yang ditujkan kepada Nabi Muhammad Saw dan umat Islam.


3.      Hambatan dan Rintangan Dakwah Islam di Mekkah
Para tokoh masyarakat Quraisy mulai menyebarkan isu yang tidak benar mengenai ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw sebagai salah satu cara untuk menghambat gerakan Islamisasi sehingga banyak masyarakat yang terpengaruh oleh isu-isu yang menimbulkan fitnah tersebut. Bahkan Abu Thalib, paman Nabi yang memelihara dan mengasuhnya sejak kecil juga dihasut untuk melarang Nabi Muhammad Saw agar tidak menyebarkan ajaran islam. Karena tidak tahan atas ancaman dan teror yang diarahkan kepadanya, maka pada suatu ketika, Abu Thalib membujuk Nabi Muhammad Saw agar bersedia menghentikan kegiatan dakwahnya.
Mereka yang tidak senang dengan ajakan Nabi Muhammad Saw terus berusaha mengganggu dan merintangi dakwah Nabi dengan berbagai cara, termasuk penyiksaan dan pembunuhan. Mereka menerima siksaan di luar batas perikemanusiaan. Misalnya: dipukul, dicambuk, tidak diberi makan dan minum. Bilal dijemur di bawah terik matahari dan ditindih batu besar. Istri Yasir yang bernama Sumaiyah ditusuk dengan lembing sampai terpanggang.

4.      Boikot dan Rencana Pembunuhan terhadap nabi Muhammad Saw
Kegagalan masyarakat kafir Quraisy dalam membujuk Nabi Muhammad saw untuk meninggalkan dakwahnya justru memperkuat posisi umat Islam di kota Mekkah. Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum kafir Quraisy. Mereka mencoba menempuh cara-cara baru, yaitu melumpuhkan kekuatan Nabi Muhammad Saw yang bersandar pada perlindungan keluarga Bani Hasyim. Caranya adalah memboikot mereka dengan memutuskan segala bentuk hubungan dengan Bani Hasyim. Tidak seortang pun dari penduduk Mekkah yang diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan itu dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama serta disimpan di dalam Ka’bah. Pemboikotan ini berlangsung selama lebih kurang tiga tahun, yang dimulai pada bulan Muharram tahun ketujuh kenabian, bertepatan dengan tahun 616 M. Di anatar isi piagam pemboikotan ini adalah sebagai berikut :
1.      Mereka tidak akan menikahi orang-orang Islam
2.      Mereka tidak akan menerima permintaan nikah dari orang-orang Islam
3.      Mereka tidak akan berjual beli apa saja dngan orang-orang Islam
4.      Mereka tidak akan berbicara dan tidak akan menjenguk orang-orang Islam yang sakit
5.      Mereka tidak akan menerima permintaan damai dengan orang-orang Islam, sehinhgga mereka menyerahkan Muhammad untuk dibunuh.
Akibat pemboikotan tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tiada bandingnya. Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy merasa iba dengan penderitaan yang dialami Bani Hasyim dan umat Islam. Akhirnya mereka merobek isi piagam tersebut dan memusnahkannya. Dengan perobekan itu, otomatis pemnboikotan itu berakhir.
D.    Strategi Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad Saw
1.      Hijrah ke Habsyi yang pertama
Penyiksaan dan penganiayaan kafir Quraisy yang diuar batas perikemanusiaan terhadap orang-osang muslim membuat hati nabi tidak tahan melihat penderitaan itu. Akhirnya Nabi Muhammad menyarankan kepada sahabatnya untuk mengungsi ke Habsyi guna menghindar dari gangguan, siksaan dan ancaman orang-orang kafir Quraisy. Pada bulan ketujuh tahun kelima kenabian berangkatlah 11 orang laki-laki beserta 4 wanita kemudian rombongan berikutnya menyusul hingga jumlah yang hijrah ke Habsyi mencapai 70 orang. Kedatangan orang-orang Islam di Habyi disambut dengan baik oleh raja Nejus. Bahkan ia memberikan perlindungan dan diizinkan untuk melaksanakan ibadah Islam. Keadaan itu berubah ketika orang-orang Quraisy mengirim utusan kepada Raja Nejus. Mereka meminta agar Raja Habsyi itu mengembalikan orang-orang mukmin ke negei asalnya, yaitu Mekkah. Namun permintaan itu ditolaknya.
     Ketika umat Islam berada di Habsyi Rasulullah tetap tinggal di kota mekkah. Beliau tetus berusaha menyebarkan Islam kepada masyarakat Quraisy, meskipun mendapat ancaman dan gangguan yang luar biasa. Usaha Rasulullah Saw ini ternayat tidak sia-sia. Ia b erhasil mempengaruhi beberapa tokoh Quraisy, misalnya, Hamzah bin Abdul Muthalib yang masuk Islam pada tahun 615 M bertepatan pada tahun ke enam kenabian.
2.      Hijrah ke Habsyi yang kedua
Umat Islam yang hijrah ke Habsyi pertama berlangsung slama 2 bulan. Setelah itu mereka kembali ke Mekkah. Melihat keberhasilan umat Islam untuk bertahan dan mendapat perlindungan di Habsyi, kafir Quraisy semakin geram. Karena itulah, Nabi Muhammad menyarankan kembali kepada umat Islam untuk hijrah ke Habsyi. Hijrah kedua ini diikuti oleh 101 orang diantarnaya terdapat 18 orang wanita yang dipimpin oleh Jakfar bin Abi Thalib.
     Kepergian umat Islam yang kedua ini ke Habsyi masih mendapat sambutan yang hangat dari Raja Nejus. Rupanya kebaikan hati Raja Nejus ini membuat marah orang-orang kafir Quraisy. Mereka tidak tahan dan terus berusaha untuk menghambat langkah perkembangan Islamdengan berbagai cara. Melihat keseriusan orang-orang kafir Quraisy, Raja Nejus berusaha mengumpulkan umat Islam untuk meminta penjelasan yang sebenarnya. Dalam kesempatan ini Jakfar bin Abi Thalib bertindak sebagai juru bicara umat Islam untuk menjelaskan hal yang sebenarnya mengenai ajaran Islam kepada Raja Nejus. Akhirnya Raja mengerti dan Raja Nejus pun masuk Islam.

3.      Misi ke Thaif
Tahun kesepuluh kenabian, dikenal dengan tahun duka bagi Nabi Muhammad Saw sebab dua orang yang sangat dicintainya meninggal dunia, yaitu Siti Khadijah dan Abu Thalib. Dengan meninggalnya mereka, orang-orang kafir Quraisy semakin berani mengganggu dan menyakiti Nabi Muhammad saw. Karen apenderitaan yang dialami Nabi Muhammad semakin hebat, ia bersama Zaid berencana pergi ke Thaif guna meminta bantuan serta perlindungan dari keluarganya yang berada di kota itu. Akan tetapi mereka tidak mau meberikan perlindungan dan bantuan apaun kepada nabi Muhammad Saw. Bahkan beliau diusir dan dihina dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Beliau diusir dan dilempari batu oleh pemuda kota Thaif.

4.      Perjanjian aqabah
a.      Perjanjian Aqabah I
Pada tahun ke 12 kenabian, bertepatan dengan tahun 621 M, Nabi Muhammad Saw menemui rombongan haji dari Yatsrib. Rombongan haji tersebut berjumlah sekitar 12 orang. Kepada mereka Nabi Muhammad menyampaikan dakwahnya. Seruan itu mendapat sambutan hangat sehingga mereka menyatakan keislamannya di hadapan Nabi Muhammad. Pertemuan tersebut terjadi di salah satu bukit di kota Mekkah, yaitu bukit Aqabah. Disini mereka mengadakan persetujuan untuk membantu Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.
Isi perjanjian aqabah itu antara lain sebagi berikut :
1.      Mereka menyatakan setia kepada Nabi Muhammad
2.      Mereka menyatakan rela berkorban harta dan jiwa
3.      Mereka bersedia ikut menyebarkan ajaran Islam yang dianutnya
4.      Mereka menyatakan tidak akan menyekutukan Allah
5.      Mereka menyatakan tidak akan membunuh
6.      Mereka menyatakan tidak akan mralkukan kecurangan dan kedustaan.

b.      Perjanjian Aqabah II
Pada tahun ke 13 kenabian, bertepatan dengan tahun 622 M, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Jamaah itu berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah, mereka menemui Nabi Muhammad menyampaikan pesan berupa permintaan masyarakat Yatsrib agar Nabi Muhammad bersedia datang ke kota Mekkah, memberikan penerangan tentang ajaran islam dan sebagainya. Permohonan itu dikabulkan Nabi Muhammad dan beliau menyatakan kesediannya untuk datang dan berdakwah disana. Untuk memperkuat kesepakatan itu, mereka mengadakan perjanjian yang disebut perjanjian aqabah yang kedua yang berisi :
1.      Penduduk Yatsrib siap dan bersedia melindungi Nabi Muhammad
2.      Penduduk Yatsrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa
3.      Penduduk Yatsrib ikut berusaha memajukan agama Islam dan menyiarkan kepada sanak keluarga mereka
4.      Penduduk Yatsrib siap menerima segala resiko dan tantangan.

E.     Dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Madinah
1.      Hijrah ke Yatsrib
Setelah Baiah Aqabah Kedua tindakan kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy sepakat akan membunuh Rasulullah. Menghadapi kenyataan ini Rasulullah menganjurkan para sahabatnya untuk segera pindah ke Yatsrib. Rasulullah meninggalkan Mekkah setelah seluruh kaum muslimin, kecuali Ali dan keluarganya serta Abu Bakar dan keluarganya, sudah keluar dari Mekah. Ketika akan berangkat, Rasulullah meminta Ali untuk tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Beliau berangkat ke gua Tsur, arah selatan Mekah, ditemani oleh Abu Bakar.
     Mereka bersembunyi di gua Tsur selama tiga malam. Tidak ada yang tahu tentang keadaan dan tempat persembunyian mereka selain putera pteri Abu Bakar sendriri, Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta sahayanya, Amir ibn Fuhairah. Merekalah yang mengirimkan makanan setiap malam dan menyampaikan kabar mengenai pergunjingan penduduk Mekah tentang Rasulullah. Pada malam yang ketiga mereka keluar dari persembunyiannya untuk melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib ditemani oleh Abdullah ibn Abi Bakar dan Abdullah ibn Arqad, seorang musyrik yang bertugas selaku penunjuk jalan.
Senin tengah hari 8 Rabiul Awwal Rasulullah tiba di Quba, sekitar 10 kilometer dari kota Yatsrib. Selama tinggal di Quba beliau menginap di rumah Kultsum ibn Hadam, seorang laki-laki tua yang rumahnya biasa dijadikan pangkalan bagi orang-orang yang baru datang ke Yatsrib. Adapun Abu Bakar menginap di rumah Hubaib ibn Isaf atau Kharijah ibn Zaid. Pada saat itulah masjid pertama dibangun di sini atas saran Ammar ibn Yasir. Rasulullah sendiri yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti oleh Abu Bakar, kemudian diselesaikan oleh para sahabatnya. Tiga hari kemudian Ali ibn Abi Thalib tiba pula di Quba setelah menempuh perjalanan selama 15 hari. Ia bergaung dengan Rasulullah tinggal di rumah ibn Hadam. Keesokan harinya, Jumat 12 Rabiul Awal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan Muhajirin ini melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan Rasulullah disambut hangat penuh kerinduan oleh kaum Anshar. Kemudian unta Nabi berhenti di salah satu kebun yang ditumbuhi beberapa pohon kurma, bersebelahan dengan rumah Abu Ayyub. Kebun ini milik dua anak yatim bersaudara yang diasuh oleh Abu Ayub, bernama Sahl dan Suhail, putera Rafi’ ibn Umar. Atas permintaan Mu’adz ibn Ahra’, kebun ini dijual, dan diatasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak kedatangan Rasulullah, Yatsrib berubah namanya menjai Madinah al-Rasul atau al-Madinah al-Munawwarah.

2.      Pembinaan Masyarakat dan Peletakan Dasar-dasar Kebudayaan Islam
Pekerjaan besar yang dilakukan Rasulullah dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap masyarakat Islam yang baru terbentuk. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan oleh Rasulullah itu pada umumnya merupakan sejumlah nilai dan norma yang mengatur manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, sosial, ekonomi dan politik yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Lembaga utama dan pertama yang dibangun Rasulullah dalam rangka pembinaan masyarakat ini adalah masjid. Pertama masjid Quba, selang beberapa hari kemudian Masjid Nabawi dibangun setelah Rasulullah tiba di Yatsrib.
Muhammad ternyata bukan hanya seorang Nabi dan Rasul, tapi juga seorang ahli politik yang ulung dan diplomat yang bijak, sebagai pahlawan perkasa di medan perang, dan sebagai ksatria dalam memperlakukan musuh yang kalah. Kepiawannya berpolitik antara lain ditunjukkan dalam perjanjian damai dengan penduduk non muslim Madinah. Dengan perjanjian iyu, kota Madinah menjadi Madinah al-Haram dalam arti yang sebenarnya. Perjanjian ini kemudian dikenal dengan Piagam Madinah.
Beberapa asas masyarakat Islam yang telah diletakkan oleh Rasulullah antara lain al-ikha (persaudaraan), al-musawah (persamaan), al-tasamuh (toleransi), al-tasyawur (musyawarah), al-ta’awun (tolong menolong), al-adalah (keadilan). Atas dasar ini pula Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.

3.      Memelihara dan Mempertahankan Masyarakat Islam
a.      Rongrongan kaum Yahudi
Kaum Yahudi Madinah yaitu Bani Qainuqa, Bani Nadlir dan Bani Quraidhah sejak semula sudah mempercayai akan datangnya nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci mereka tetapi mereka ingkar.
Kira-kira setahun kemudian setelah pengusiran Bani Qainuqa pada akhir tahun kedua setelah hijrah, Amr ibn Jahasy dari Bani Nadlir mencoba hendak membunuh Rasulullah. Ia menjatuhkan batu dari atas  tembok tempat beliau dan para sahabatnya beristirahat. Atas penghianatan itu, perkampungan mereka dikepung selama 16 hari, dan mereka diusir dari Madinah.
Pengusiran terhadap Bani Nadlir mendorong mereka untuk bersekutu dengan kabilah-kabilah besar Arab seperti Quraisy, Ghathfan, Bani Murrah dan lain-lain untuk bersama-sama menyerang Madinah. Terjadilah perang Ahzab pada tahun 5 H. Kota Madinah dikepung, sehingga kaum muslimin terancam kelaparan. Ketika musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah tanpa hasil sedkit pun, kaum muslimin mengepung perkampungan Quraidhah selama 25 hari. Karena penghianatannya, mereka dihukum mati, sementara anak-anak dan perempuan meraka ditawan.

b.       Rongrongan orang-orang munafik
            Ketika Rasulullah bersiap untuk menghadapi perang Uhud, kaum munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan itu atas hasutan Abdullah ibn Ubai, pemimpin mereka. Mereka juga mengadakan hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah menjanjikan bantuan kepada bani Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini mengianati kaum muslimin. Terhadap orang-orang munafik ini Rasulullah bersikap lunak sambil berusaha menyadarkan mereka supaya beriman secara benar. Usaha Rasulullah tidak sia-sia, ternyata kelompok orang munafik ini tidak ditemukan lagi setelah Abdullah ibn Ubay meninggal dunia.

BACA JUGA

https://junetfhoto.blogspot.co.id/2018/03/cara-efektif-mengobati-mata-rabun.html



c.       Rongrongan kafir Quraisy dan sekutunya
Perang sebagai jawaban atas sikap permusuhan kafir Quarisy terjadi pertama kali di lembar Badar pada tanggal 17 Ramadhan 2 H. Dalam al-Qur’an peristiwa itu disebut yaum al-furqan, artinya hari pemisah antara yang hak dan yang batil. Kendatipun jumlah pasukan Islam jauh lebih kecil dari pasukan Quraisy, namun mereka berhasil meraih kemenangan. Sementara itu, kafir Quarisy bertekad membalas kekalahan itu dengan mempersiapkan 3000 pasukan dengan perbekalan yang cukup dan persenjataan yang lengkap. Turut ambil bagian dalam pasukan itu, Arab Tihamah, Kinanah, Bani Harits, Bani Haun, dan Bani Musthaliq. Pada bulan Sya’ban 3 H terjadilah perang Uhud. Dalam peristiwa ini umat Islam menderita kekalahan. Kurang lebih 70 orang sahabat Rasulullah gugur sebagai syuhada, termasuk di antaranya Hamzah ibn Abd al-Muthalib, paman Rasulullah.
            Sementara kaum kafir Arab meningkatkan kerjasama untuk menyempurnakan kemenangan mereka, Bani Nadlir mencoba melakukan pembunuhan atas diri Rasulullah, namun gagal dan mereka diusir dari Madinah. Mereka kemudian bersekutu dengan kafir Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lain yang memusuhi Islam. Bulan Syawal 5 H kurang lebih 14000 tentara, diantaranya 4000 dari Quraisy di bawah pimpinan Abu Sufyan, menyerbu Madinah. Menghadapi serbuan ini Rasulullah memilih bertahan di dalam kota. Atas saran Salman al-Farisi, di bagian utara kota digali parit yang lebar dan dalam, sementara di bagian yang lain dijaga ketat dengan menutup setiap lorong untuk masuk ke dalam kota. Perang ini dikenal dengan perang Khandaq, karena kaum muslimin meggunakan parit (khandaq) sebagai benteng pertahanan. Dikenal pula dengan perang Ahzab, karena musuh yang menyerang Madinah terdiri dari berbagai golongan yang bersekutu.

4.      Fase Perjuangan setelah Perang Ahzab
Pada bulan Dzu al-Qa’dah 6 H Rasulullah dan sekitar 10.000 sahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dan haji. Tidak ada senjata yang mereka bawa selain pedang yang tersimpan pada sarungnya sekedar untuk menjaga diri selama dalam perjalanan. Kafir Quarisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Mekah karena menurut mereka hal ini berarti kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka mengirim pasukan di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang rombongan Rasulullah. Kaum muslimin dapat menghindari pertemuan dengan pasukan Khalid dengan menempuh jslsn lsin, sehingga meeka sudah sampai di Hudaibiyah, beberapa mil dari kota Mekah.
            Rasulullah bermusyawarah dengan para sahabat, dan memutuskan untuk mengutus Utsman bin Affan guna menyampaikan maksud kedatangan mereka. Akan tetapi Utsman bin Affan ditahan dan timbul desas-desus bahwa Utsman dibunuh. Kemudian rasulullah dan para sahabatnya mengadakan sumpah setia untuk berperang sampai tercapai kemenangan yang disebut baiah al-ridlwan  karena diridhai oleh Allah swt. Sumpah setia ini menggetarkan nyali musyrikin Quraisy, sehigga mereka membebaskan Utsman dan mengirim Suhail ibn Amr al-Amiri untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Perjanjian ini dikenal dengan Perjanjian Hudaibiah yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
1.      Segala permusuhan antara kedua belah pihak dihentikan selama 10 tahun
2.      Setiap orang Quraisy yang datang kepada kaum muslimin tanpa seizin walinya harus ditolak dan dikembalikan
3.      Setiap orang Islam yang menyerahkan diri  kepada pihak Quraisy tidak akan dikembalikan
4.      Setiap kabilah yang ingin bersekutu dengan kaum Quraisy maupun dengan kaum muslimin tidak boleh dihalang-halangi oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ini.
5.      Kaum muslimin tidak boleh memasuki Mekah pada tahun ini, namun diberi kesempatan pada tahun berikutnya dengan syarat tidak membawa senjata, kecuali pedang dalam sarungnya dan tidak tinggal di Mekah lebih dari tiga hari.
Kaum muslimin berhasil memasuki kota Mekah tanpa setetes darah pun pada tahun 20 Ramdhan tahun 8 H. Para penakluk kemudian berthawaf menegelilingi Ka’bah dan menghancurkan patung-patung yang ada di rumah suci itu. Peristiwa ini dikenal dengan Fathu Mekah (pembebasan Mekah).
Pada bulan Rajab 9 H bertepatan dengan Oktober 630 M, Rasulullah mempersiapkan pasukan untuk meghadapi tentara Romawi di Utara. Pasukan Romawi yang semula akan menyerang Islam, mundur kembali ke negerinya stelah melihat betapa besar jumlah pasukan kaum muslimin yang dipimpin Rasululah tak kena mundur. Peristiwa ini dikenal dengan Perang Tabuk.
Oleh karena itu, sejak tahun 9 H (630/631 M) para utusan kabilah-kabilah Arab datang berbondong-bondong menghadap Rasulullah menyatakan masuk Islam. Mereka itu antara lain Bani Tsaqif, dari Thaif, Bani Asad dari Najd, Bani tamim disusul kemudian oleh perutsan dari Yaman dan sekitarnya pada tahun 10 H. Dengan demikian, tahun ini disebut dengan tahun perutusan atau ‘am alwufud.

B. PERADABAN ISLAM PADA MASA DAULAH ABBASIYAH
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam mengembangkan peradaban Islam.
Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah, sistem politik, perkembangan iptek dan pemikiran filsafat, ilmu kalam, ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf pada masa bani Abbasiyah.
A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani
Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini
adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258M.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang
paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara
pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.
Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian
Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi, sehinggadapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
B.     Sistem Politik Abbasiyah
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada
pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khulafaurrasyidin. Hal ini dapat
dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya”.
Pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain:
      a.       Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur
dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
      b.      Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
      c.       Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
      d.      Kebebasan berpikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.
      e.       Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah.
Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami
penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, daulah Fatimiyah. Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah, dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persia.
Berdasarkan perubahan, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani
Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu:
     1.      Periode Pertama (750-847 M)
Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut:
a.       Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
b.      Abu Ja’far al mansyur (754-775 M)
c.       Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
d.      Abu Musa Al-Hadi (785-786 M)
e.       Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
f.       Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
g.      Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)
h.      Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)
i.        Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
j.        Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861 M)

     2.      Periode kedua (232-590 H / 847-1194 M)
Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom:
a.       Kaum Turki (232-590 H)
b.      Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)
c.       Golongan Bani Saljuq (447-590 H)
Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah.
     3.      Periode ketiga (590-656 H / 1194-1258 M)
Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu:
1.      Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq (847 M).
2.      Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah Al-Mutawakkil (847 M), sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3.      Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Saljuk ke Baghdad (1055 M).
4.      Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).[1]
C.    Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Masa Bani Abbasiyah
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara hingga ke India
Pada masanya hidup pula para filusuf, pujangga, ahli baca Al-Quran dan para ulama di bidang agama. Didirikan perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, didalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Khalifah Harun Ar-Rasyid sebagai orang yang taat beragama, menunaikan ibadah haji setiap tahun yang diikuti keluarga dan pejabat-pejabatnya serta para ulama dan berderma kepada faqir miskin.
Pada masanya berkembang ilmu pengetahuan agama seperti ilmu Alquran, qira’at, hadits, fiqih, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Empat mazhab fiqih tumbuh dan berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia.[2]
Kecanggihan teknologi masa ini juga terlihat dari peninggalan-peninggalan sejarahnya. Seperti arsitektur Masjid Agung Cordoba, Blue Mosque di Konstantinopel atau menara spiral di Samara yang dibangun oleh khalifah Al-Mutawakkil, Istana al-Hamra (al-Hamra Qasr) yang dibangun di Seville, Andalusia pada tahun 913 M. Sebuah Istana terindah yang dibangun di atas bukit yang menghadap ke kota Granada.
Kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:
   1.      Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah dalam banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
    2.      Gerakan Terjemah Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah.[3]
D.  Pemikiran Filsafat, Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh, dan Ilmu Tasawuf pada Dinasti Abbasiyah
Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama,
berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain:
    1.      Filsafat
Kajian filsafat dikalangan umat Islam mencapai puncaknya pada masa daulah Abbasiyah, diantaranya dengan penerjemahan filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Para filusuf Islam antara lain:
1)      Abu Ishaq Al-Kindi (809-873 M). Karyanya lebih dari 231 judul.
2)      Abu Nasr Al-Farabi (961 M). Karyanya lebih dari 12 buah buku. Ia memperoleh gelar Al-Mualimuts Tsani, yaitu guru kedua.
3)      Ibnu Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M). Ia seorang filsuf yang menghidupkan kembali filsafat Yunani aliran Aristoteles dan Plato. Selain filsuf Avicenna juga seorang dokter istana kenamaan. Diantara buku yang terkenal adalah Asy-Syifa dan Al-Qanun fi Ath-Thib.
4)      Ibnu Bajah (w. 581 H)
5)      Ibnu Tufail (w. 581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin Yaqdzan.
6)      Al-Ghazali (1058-1111 M). Al-Ghazali mendapat julukan Al-Hujjatul Islam. Karyanya antara lain: Maqasid Al-Falasifah, Al-Munqid Minadh Dhalal, Tahafut Al-Falasifah, dan Ihya Ulumuddin.
7)      Ibnu Rusyd di Barat dikenal dengan Averros (1126-1198 M). Ia seorang filsuf, dokter dan ulama.
    2.      Kalam
Menurut A. Hasimy lahirnya ilmu kalam karena dua factor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.
    3.      Fiqih
Dalam bidang fiqih para fuqaha’ yang ada pada masa bani abbasiyah mampu menyusun kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini misalnya, imam Abu Hanifah menyusun kitab musnad al-Imam al-a’dzam atau fiqih al-akbar, imam malik menyusun kitab al-muwatha’, imam syafi’I menyusun kitab al-Umm dan fiqih al-akbar fi al tauhid, imam ibnu hambal menyusun kitab al musnad ahmad
    4.      Tasawuf
Kecenderungan pemikiran yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam, sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan lain seperti tasawuf. Tokoh sufi yang terkenal yaitu Imam al-Ghazali diantara karyanya dalam ilmu tasawuf adalah ihya ulum al-din.




No comments:

Post a Comment

pengobatan lama menikah belum punya anak

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

doa membuka aura wajah supaya awet muda dan bercahaya

BISNIS 2018