posting bang junetfhoto
lihat jugatutorial instal windows tanpa format C
lihat jugatutorial instal windows tanpa format C
|
Di
Susun Oleh:
vNirwana Marsyanda
v Nur Afni
vSri Ayu
vSarti
vSindi
vHasmawati
SMP 02 SINJAI BARAT TP. 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkah dan rahmat-Nya maka dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan semampunya. Makalah Kewarganegaraan ini dibuat dengan tujuan melengkapi
tugas makalah kewarganegaraan serta agar
mengetahui tentang Peraturan Perundang-Undangan
Nasional yang terdiri dari penjelasan, kelebihan dan
kekurangan dari sistem pemerintahan antara Presidensial dan Parlementer. Penyelesaian
makalah ini juga bersumberkan dari beberapa referensi dari pengetahuan yang kami
miliki seputar hal ini, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Oleh karena itu, diharapkan saran dan kritik sebagai penyempurnaan makalah ini.
Sinjai, 05 November 2017
Daftar Isi
Halaman
Judul…………………………………………………………………………... i
Kata Pengantar...................................................................................................................
ii
Daftar Isi............................................................................................................................ iii
Bab I Pendahuluan............................................................................................................ 1
A. Latar
Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................................. 1
C. Tujuan
.............................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan............................................................................................................ 2
2.1 Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia................................................
2
2.2 Kedudukan Konstitusi .................................................................................... 2
2.3 Perubahan UUD 1945 …………………………………………………………5
2.4 Negara Hukum yang Demokratis ……………………………………………..6
2.5 Pentingnya
Konstitusi dalam suatu Negara …………………………………..9
2.6 Budaya sadar
berkonstitusi …………………………………………………..11
Bab III Penutup................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................................ 15
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………….16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mengingat akan pentingnya arti sebuah
konstitusi yang merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam mengatur
hubungan antar Negara dan warga Negara. Konstitusi juga dapat dipahami sebagai
bagian dari social contrct (kontrak social) yang memuat aturan main dalam
berbangsa dan bernegara.serta satu-satunya peraturan yang di buat untuk
memberikan batasan-batasan tertentu terhadaap jalananya pemerinetahan.sehingga
dengan hal itu merupkan hal yang pentinglah kiranya bagi kita untuk mempeljari
dan memahami semua hal yang berhubungan dengan konstitusi dan
perundang-undangan.oleh kerena itu kami akan mencoba memeberikan sedikit
gambaran tentang konstitusi ini secara umum dan bagaimana peranannya dalam
sebuah Negara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini kami memberikan suatu
gambaran yang jelas tentang konstitusi dalam suatu negara yang dijalankan
melalui perundang-undangan dibawahnya,bagaimana keberadaan konstitusi ini dalam
sebuah negara,yangmana dalam prakteknya di indonesia konstitusi/UUD '45 ini
pernah mangalami amandemen,tentang demokrasi di negara hukum dan upaya
menumbuhkan kesadaran berkonstitusi.
1.3 TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah
ini adalah agar pembaca sekalian mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan
konstitusi dan peraturan perundang-undangan lainnya yang setiap negara
memilikinya termasuk juga negara kita indonesia.yang mana dengan memiliki
pemahaman tentang konstitusi dan perundang-undangan ini kita sebagi generasi
penerus bangsa akan mempunyai arah dan pedoman yang jelas dalam melanjutkan
pembangunan ini di masa yang akan datang yang pada prinsipnya semua agenda
penting kenegaraan, serta prinsip prinsip dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara, telah tercoverdalam konstitusi dan dilaksanakandalam bentuk perundang-undangan.untuk
itu kami rasa perlu dalam makalah ini mengajak rekan-rekan sekalian untuk
mempelari semua hal yang berhubungan dengan konstitusi ini dan menumbuhkan
kesadaran berkonstitusi kita sebagai warga Negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Peraturan perundang-undangan adalah peraturan
tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum.
Jenis dan hierarki
Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.berikut adalah hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia
menurut Undang-Undang No 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang
–undangan :
1. UUD
1945
Merupakan hukum dasar dalam peraturan
perundang-undangan.UUD1945 ditempatkan dalam lembaran negara republik
indonesia.
2. Undang-Undang (UU)
Peratuaran perundang-undangan yang dibentuk
oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.
Materi muatan UU :
mengatur lebih lanjut ketentuan UUD '45 yang meliputi:
HAM, hak dan kewajiban warga negara,pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara
serta pembagian kekuasaan negara,wilayah dan pembagian daerah,kewarganegaraan
dan kependudukan,serta keuangan negara.
3. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang(Perpu)
Peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. materi muatannya sama
dengan undang-undang.
4. Peratuaran
Pemerintah(PP)
PP adalah perturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.Materi muatan PP adalah
materi untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya.
5. Peraturan Presiden(perpres)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
presiden.materi muatannya adalah materi yang diperintahkan oleh undang-undang
atau materi untuk melaksanakan PP.
6 . Peraturan Daerah(Perda)
Merupakan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
DPRD dengan persetujuan bersama kepala daerah(gubernur,bupati/walikota).
Materi muatannya adalah seluruh muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan,dan penampung kondisi
khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Termasuk pula Qanun yang berlaku di NAD,serta perdasus
dan perdasi yang berlaku di provinsi papua dan papua barat.
Dari peraturan perundang-undangan tersebut,aturan yang
mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang dan peraturan
daerah
2.2 KEDUDUKAN
KONSTITUSI
Dalam pengertian yang sederhana, konstitusi
adalah suatu dokumen yang berisi aturan-aturan untuk menjalankan suatu
organisasi. Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya,
mulai dari organisasi mahasiswa, perkumpulan masyarakat di daerah tertentu,
serikat buruh, organisasi-organisasi kemasyarakatan, organisasi politik,
organisasi bisnis, perkumpulan sosial sampai ke organisasi tingkat dunia
seperti misalnya Perkumpulan ASEAN, European Communities (EC), World Trade
Organization (WTO), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan sebagainya semuanya
membutuhkan dokumen dasar yang disebut konstitusi.
Demikian pula negara, pada umumnya selalu memiliki naskah
yang disebut sebagai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Bahkan negara yang
tidak memiliki satu naskah konstitusi seperti Inggris, tetap memiliki
aturan-aturan yang tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktek
ketatanegaraan dan para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam
konteks hukum tata negara Inggris, sebagaimana dikemukakan oleh Phillips Hood
and Jackson sebagai berikut” “a body of laws, customs and conventions that
define the composition and powers of the organs of the State and that regulate
the relations of the various State organs to one another and to the private
citizen.”
Dengan demikian, ke dalam konsep konstitusi itu tercakup
juga pengertian peraturan tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tidak tertulis
berupa kebiasaan dan konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menentukan
susunan dan kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ
negara itu, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga
negara.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber
legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang
diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang
dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Hal itu dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat,
misalnya melalui referendum, seperti yang dilakukan di Irlandia pada tahun
1937, atau dengan cara tidak langsung melalui lembaga perwakilan rakyat. Dalam
hubungannya dengan kewenangan mengubah UUD,secara tidak langsung ini misalnya
dilakukan di Amerika Serikat dengan menambahkan naskah perubahan Undang-Undang
Dasar secara terpisah dari naskah aslinya. Meskipun, dalam pembukaan Konstitusi
Amerika Serikat (preambule ) terdapat perkataan “We the people”, tetapi yang
diterapkan sesungguhnya adalah sistem perwakilan, yang pertama kali diadopsi
dalam konvensi khusus ( special convention ) dan kemudian disetujui oleh
wakil-wakil rakyat terpilih dalam forum perwakilan negara yang didirikan
bersama.
Dalam hubungan dengan pengertian constituent power
tersebut di atas, muncul pula pengertian constituent act . Dalam hubungan ini,
konstitusi dianggap sebagai constituent act , bukan produk peraturan
legislatif yang biasa ( ordinary legislative act ). Constituent power mendahului
konstitusi, dan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan
dibentuk berdasarkan konstitusi. Seperti dikatakan oleh Bryce, konstitusi
tertulis merupakan :
“The instrument in which a constitution is embodied
proceeds from a source different from that whence spring other laws, is
regulated in a different way, and exerts a sovereign force. It is enacted not
by the ordinary legislative authority but by some higher and specially
empowered body. When any of its provisions conflict with the provisions of the
ordinary law, it prevails and the ordinary law must give way”.
Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power
berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum ( hierarchy of law ). Konstitusi
merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling
fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi
atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal,
maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Atas dasar logika
demikian itulah maka Mahkamah Agung Amerika Serikat menganggap dirinya memiliki
kewenangan untuk menafsirkan dan menguji materi peraturan produk legislatif (
judicial review ) terhadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika tidak
secara eksplisit memberikan kewenangan demikian kepada Mahkamah Agung .
Basis pokok berlakunya konstitusi adalah adanya kesepakatan
umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan
yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh
warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau
dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara.
Kata kuncinya adalah konsensus atau general agreement . Jika kesepakatan umum
itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan,
dan pada gilirannya perang saudara ( civil war ) atau revolusi dapat terjadi.
Hal ini misalnya, tercermin dalam tiga peristiwa besar dalam sejarah umat
manusia, yaitu revolusi penting yang terjadi di Perancis tahun 1789, di Amerika
pada tahun 1776, dan di Rusia pada tahun 1917, ataupun di Indonesia pada
tahun 1945, 1965 dan 1998.
• PERUBAHAN UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh
bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (
constitutional reform ) . Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan
dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak
cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan
rakyat, terbentuknya good governance , serta mendukung penegakan demokrasi dan
hak asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap
dan menjadi salah satu agenda Sidang MPR dari 1999 hingga 2002 . Perubahan p
ertama dilakukan dalam Sidang Umum MPR Tahun 1999 . A rah p erubahan p ertama
UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Perubahan k edua dilakukan dalam sidang
Tahunan MPR Tahun 2000 . Perubahan kedua menghasilkan rumusan perubahan
pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara dan pembagian pemerintahan
daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal memperkuat kedudukan DPR, dan
ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.
Perubahan k etiga ditetapkan pada Sidang
Tahunan MPR 2001 . Perubahan tahap ini mengubah dan atau menambah
ketentuan-ketentuan pasal tentang a sas-asas landasan bemegara, kelembagaan
negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuan-ketentuan tentang
Pemilihan Umum. Sedangkan p erubahan k eempat dilakukan dalam Sidang Tahunan
MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan
Pertimbangan Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan
kesejahteraan sosial, dan aturan peralihan serta aturan tambahan.
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut
meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71
butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan menghasilkan 199 butir
ketentuan. Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD 1945, hanya 25
(12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya, sebanyak 174
(88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami
perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945
bersifat sangat mendasar karena mengubah prinsip kedaulatan rakyat yang semula
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara dalam UUD 1945 berkedudukan
sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam lingkup wewenangnya
masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang sangat besar
(concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip
saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) . Prinsip-prinsip
tersebut menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang
demokratis.
Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional,
tahapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah
diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945 harus dilakukan mulai dari konsolidasi
norma hukum hingga dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum
dasar , UUD 1945 harus menjadi acuan dasar sehingga benar-benar hidup dan
berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan warga negara (the living
constitution) .
• NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS
Salah satu prinsip dasar yang mendapatkan
penegasan dalam perubahan UUD 1945 adalah prinsip negara hukum, sebagaimana
tertuang dalam Pasal 1 A yat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa ‘Negara
Indonesia adalah negara hukum' . Bahkan secara historis negara hukum (
Rechtsstaat ) adalah negara yang diidealkan oleh para pendiri bangsa
sebagaimana dituangkan dalam penjelasan umum UUD 1945 sebelum perubahan tentang
sistem pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Negara Indonesia berdasar atas
hukum (rechtsstaat) , tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat) .
Ide negara hukum sesungguhnya telah lama
dikembangkan oleh para filsuf dari zaman Yunani Kuno. Plato, dalam bukunya “the
Statesman” dan “the Law” menyatakan bahwa negara hukum merupakan bentuk paling
baik kedua ( the second best ) guna mencegah kemerosotan kekuasaan. Konsep
negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan dengan menggunakan
istilah Jerman yaitu “rechtsstaat” antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband,
Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika
konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan “The Rule of Law” yang
dipelopori oleh A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan
istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan
kekuasaan negara adalah hukum.
Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta semakin kompleksnya kehidupan masyarakat di era global,
menuntut pengembangan prinsip-prinsip negara hukum. Dua isu pokok yang
senantiasa menjadi inspirasi perkembangan prinsip-prinsip negara hukum adalah
masalah pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Saat ini, paling tidak dapat
dikatakan terdapat dua belas prinsip negara hukum, yaitu Supremasi Konstitusi
(supremacy of law) , Persamaan dalam Hukum (equality before the law) , Asas
Legalitas (due process of law) , Pembatasan Kekuasaan (limitation of power) ,
Organ Pemerintahan yang Independen, Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak (
independent and impartial judiciary ) , Peradilan Tata Usaha Negara
(administrative court) , Peradilan Tata Negara (constitutional court) ,
Perlindungan Hak Asasi Manusia, Bersifat Demokratis (democratische-rehtsstaats)
, Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat) ,
serta Transparansi dan Kontrol Sosial.
Dalam suatu negara hukum, mengharuskan adanya
pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa
semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pengakuan
normatif mengenai supremasi hukum terwujud dalam pembentukan norma hukum secara
hirarkis yang berpuncak pada supremasi konstitusi. Sedangkan secara empiris
terwujud dalam perilaku pemerintahan dan masyarakat yang mendasarkan pada
aturan hukum.
Dengan demikian, s egala tindakan
pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan
tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih
dulu atau mendahului perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian, setiap
perbuatan administratif harus didasarkan atas aturan atau rules and procedures
.
Namun demikian, prinsip supremasi hukum
selalu diiringi dengan d ianut dan diprakt i kkannya prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang
diterapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan
secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hukum tidak
dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa,
melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian
negara hukum yang dikembangkan bukan absolute rechtsstaat , melainkan
democratische rechtsstaat .
Berdasarkan prinsi p negara hukum, sesungguhnya yang
memerintah adalah hukum, bukan manusia. Hukum dimaknai sebagai kesatuan
hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi. Hal ini berarti
bahwa dalam sebuah negara hukum menghendaki adanya supremasi konstitusi.
Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum,
sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud
perjanjian sosial tertinggi.
Oleh karena itu, aturan-aturan dasar
konstitusional harus menjadi dasar dan dilaksanakan melalui peraturan
perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan negara dan kehidupan
masyarakat. Dengan demikian, perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar tentu
saja berpengaruh terhadap sistem dan materi peraturan perundang-undangan yang
telah ada. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap jenis peraturan
perundangan-undangan serta materi muatannya. Adanya perubahan UUD 1945 tentu
menghendaki adanya perubahan sistem peraturan perundang-undangan, serta
penyesuaian materi muatan berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada
dan berlaku.
Sebagai wujud perjanjian sosial tertinggi ,
konstitusi memuat cita-cita yang akan dicapai dengan pembentukan negara dan
prinsip-prinsip dasar pencapaian cita-cita tersebut. UUD 1945 sebagai
konstitusi bangsa Indonesia merupakan dokumen hukum dan dokumen politik yang
memuat cita-cita, dasar-dasar, dan prinsip-prinsip penyelenggaraan kehidupan
nasional. Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 menyatakan bahwa Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal . Pembukaan dan pasal-pasal adalah satu kesatuan norma-norma
konstitusi yang supreme dalam tata hukum nasional ( national legal order ).
Cita-cita pembentukan negara kita kenal
dengan istilah tujuan nasional yang tertuang dalam alenia keempat Pembukaan UUD
1945, yaitu (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia; (b) memajukan kesejahteraan umum; (c) mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita tersebut akan dilaksanakan
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berdiri di atas lima dasar
yaitu Pancasila sebagaimana juga dicantumkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD
1945.
Untuk mencapai cita-cita tersebut dan
melaksanakan penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila, UUD 1945 telah
memberikan kerangka susunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Norma-norma
dalam UUD 1945 tidak hanya mengatur kehidupan politik tetapi juga kehidupan
ekonomi dan sosial. Hal ini karena para pendiri bangsa menghendaki bahwa rakyat
Indonesia berdaulat secara penuh, bukan hanya kedaulatan politik. Maka UUD 1945
merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi sosial yang
harus menjadi acuan dan landasan secara politik, ekonomi, dan sosial, baik oleh
negara ( state ), masyarakat ( civil society ), ataupun pasar ( market ).
Sebagai konstitusi politik, UUD 1945 mengatur masalah
susunan kenegaraan, hubungan antara lembaga-lembaga negara, dan hubungannya
dengan warga negara. Hal ini misalnya diatur dalam Bab I tentang Bentuk
Kedaulatan, Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang Kementerian Negara, Bab VI tentang
Pemerintah Daerah, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab VIIA tentang
Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB tentang Pemilu, Bab VIII tentang Hal
Keuangan, Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Bab IX tentang Kekuasaan
Kehakiman, Bab IX tentang Wilayah Negara, Bab X tentang Warga Negara Dan
Penduduk khususnya Pasal 26, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal
28I ayat (5), Bab XII tentang Pertahanan Dan Keamanan Negara, Bab XV tentang
Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Bab XVI tentang
Perubahan Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan.
Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 juga
mengatur bagaimana sistem perekonomian nasional seharusnya disusun dan
dikembangkan. Ketentuan utama UUD 1945 tentang sistem perekonomian nasional
dimuat dalam Bab XIV Pasal 33. Ketentuan tentang sistem perekonomian nasional
memang hanya dalam satu pasal yang terdiri dari lima ayat. Namun ketentuan ini
harus dielaborasi secara konsisten dengan cita-cita dan dasar negara
berdasarkan konsep-konsep dasar yang dikehendaki oleh pendiri bangsa. Selain
itu, sistem perekonomian nasional juga harus dikembangkan terkait dengan
hak-hak asasi manusia yang juga mencakup hak-hak ekonomi, serta dengan
ketentuan kesejahteraan rakyat.
Sebagai konstitusi sosial, UUD 1945 mengatur
tata kehidupan bermasyarakat terutama dalam Bab X tentang Warga Negara Dan
Penduduk khususnya Pasal 27 dan Pasal 28, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab
XIII tentang Pendidikan Dan Kebudayaan, dan Bab XIV tentang Perekonomian
Nasional Dan Kesejahteraan Rakyat khususnya Pasal 34.
2.5 PENTINGNYA KONSTITUSI DALAM SUATU NEGARA
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya
kehidupan yang demokratis bagiseluruh warga Negara. Dalam lintasan sejarah
hingga awal abad ke-21 ini, hampir tidak ada Negara yang tidak memiliki
konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu
perngkat negera. Konstitusi dan Negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama
lain tidak terpisahkan.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya
bahwa konstitusi merupakan sekumpulan aturan yang mengatur organisasi Negara,
serta hubungan antara Negara dan warga Negara sehingga saling menyesuaikan diri
dan saling bekerja sama. Dr.A. Hamid S Attamini menegaskan bahwa konstitusi
atau Undang-undang Dasar merupakan suatu hal yang sngat penting sebagai pemberi
pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur
bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Bagir Manan mengatakan bahwa hakikat konstitusi merupakn perwujudan paham
tentang konstitusi atau konstitualisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan
pemerintah di satu pihak dan jaminan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun setiap penduduk di pihak
lain.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai
instruman untuk membatasi kekuasaan dalam suatu Negara, Miriam Budiarjo
mengatakan:
“Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas
demokrasi konstitusional, Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasan pemerintah sedemikain rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenag. Denagn demikian diharapkan hak-hak
warga Negara akan lebih terlindungi.”
Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai
pemberi batas kekuasaan tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat
dari fungsinya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu membagi kekuasaan dalam
Negara dan membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam Negara. Lebih
lanjut, ia mengatakan bahwa bagi mereka yang memandang Negara dari sudut
kekuasaan dan menganggap sebagai organisasi kekuasaan, maka konstitusi dapat
dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan dibagi diantara beberapa lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga
legislative, eksekutif dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi
juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak warga negarqa. Hak-hk
tersebut mencakup hak-hak asas, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup
dan hak kebebasan.Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu Negara
ini,Struycken dalam bukunya “Het Staatsreet van Het Koninkrijk der Nederlander”
menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan
dokuman formal yang berisikan:
1.Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2.Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan
bangsa;
3.Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan
baik untuk waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang;
4.Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi
atau undang – undang tersebut, menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi
yang menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan
arahan dan pedoman bagi penerus bangsa dalam menjalankan suatu Negara. Dan pada
prinsipnya semua agenda penting kenegaraan, serta prinsip – prinsip dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, telah tercover dalam konstitusi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi
konstitusi dalam suatu Negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengan adanya
konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian kekuasaan dalam
menjalankan Negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga Negara, sehingga tidak
terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari pemerintah.
2.6 BUDAYA SADAR BERKONSTITUSI
Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945
merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Kontitusi mengikat
segenap lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi
pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara
sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD
1945. Dalam perspektif hukum, kata “pelaksanaan” ( implementation ) terdiri
dari dua konsep fungsional, yaitu; pertama , identifying constitutional norms
and specifying their meaning ; dan kedua , crafting doctrine or developing
standards of review .
Agar setiap lembaga dan segenap warga negara
dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945,
diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar
berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar
yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi
masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam
konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka
pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang
dijamin dalam UUD 1945. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara
penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui pelaksanaan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan
negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan
mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi.
Salah satu bentuk nyata pentingnya budaya
sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan
kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar. Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan
dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Namun
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif. Mahkamah
Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada permohonan
pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh masyarakat.
Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan
adanya budaya sadar berkonstitusi berupa kesadaran akan hak konstitusionalnya
sebagai warga negara baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak
konstitusional telah dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang. Di sisi lain,
juga diperlukan adanya kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas hak
konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan pengujian
konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada
budaya sadar berkonstitusi, masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya
terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya konstitusional untuk
mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan banyak dilanggar oleh
ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya konstitusi hanya akan menjadi
dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam praktik.
Di sisi lain, dalam budaya berkonstitusi juga
terkandung maksud ketaatan kepada aturan hukum sebagai aturan main (rule of the
game) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Segenap komponen bangsa harus
bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan, serta apabila timbul
permasalahan atau sengketa, harus diselesaikan melalui mekanisme hukum. Budaya
mematuhi aturan hukum merupakan salah satu ciri utama masyarakat beradab. Hal
ini sangat diperlukan terutama dalam konteks politik, misalnya dalam
pelaksanaan Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
maupun Pemilukada.
Tanpa adanya kesadaran berkonstitusi, yaitu
kedasaran mematuhi rambu-rambu permainan dan mekanisme penyelesaian sengketa,
momentum politik yang sejatinya adalah untuk membentuk pemerintahan yang
demokratis dapat tergelincir ke dalam konflik yang justru merugikan masyarakat
serta kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran baik
bagi untuk peserta pemilu, penyelenggara pemilu, maupun pihak dan lembaga lain
yang memiliki peran dalam pelaksanaan Pemilu. Semua permasalahan yang muncul
harus dipercayakan dan diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah
ditentukan. Sebaliknya, lembaga yang memiliki kewenangan terkait dengan
pelaksanaan pemilu juga harus menjalankan wewenangnya dengan baik.
Oleh karena itulah harus ada upaya secara
terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar
berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam
konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan
menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu
proses panjang dan berkelanjutan.
Setiap warga negara dan penyelenggara negara harus
mempelajari dan memahami UUD 1945 melalui berbagai cara dan berbagai media.
Untuk itu informasi tentang konstitusi harus tersedia agar mudah diakses dengan
cepat dan mudah pula dipahami. Oleh karena itu, peningkatan budaya sadar
berkonstitusi tidak hanya dilakukan melalui forum tatap muka, tetapi melalui
berbagai bentuk kemasan dan media yang berbeda-beda.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya
mendekatkan UUD 1945 sebagai konstitusi kita kepada masyarakat umum serta
menumbuhkan the living contitution adalah karena pembahasan masalah konstitusi
dan materi muatan yang terkandung di dalamnya selalu menggunakan kerangka
pikir, rujukan teori, dan rujukan praktik yang berasal dari luar negeri.
Untuk itu, diperlukan upaya domestikasi UUD
1945, yaitu menjadikan UUD 1945 dan pengkajiannya dilakukan dengan merujuk pada
pengalaman bangsa Indonesia dan problem nyata yang dihadapi oleh masyarakat.
Pengkajian sejarah ketatanegaraan bangsa Indonesia selama ini masih terbatas
mulai penjajahan Belanda. Padahal, sebelumnya terdapat kerajaan-kerajaan di
wilayah nusantara yang memiliki sistem dan struktur ketatanegaraan tersendiri
yang dapat dibandingkan dengan sistem ketatanegaraan modern. Sebagai contoh, pembagian
fungsi kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif sudah terbentuk
walaupun kekuasaan Raja cukup dominan karena menjadi ketua dari semua lembaga
yang menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan tersebut. Bahkan prinsip demokrasi
juga mulai terlihat karena pengambilan keputusan diambil secara musyawarah oleh
wakil-wakil masyarakat, meskipun keputusan terakhir tetap ada pada pimpinan
tertinggi. Kenyataan-kenyataan sejarah tersebut dapat dijumpai di kerajaan dan
satuan pemerintahan lain di berbagai wilayah nusantara.
Dengan elaborasi pengalaman bangsa Indonesia
sendiri dan dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi dalam UUD 1945, maka
masyarakat akan merasakan bahwa sistem dan pemikiran yang menjadi materi muatan
UUD 1945 bukan lagi sebagai hal yang asing, tetapi tumbuh dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia. Jika hal ini
diiringi dengan upaya mendekatkan UUD 1945 dengan masyarakat, misalnya melalui
penulisannya dalam bahasa dan huruf daerah, masyarakat dapat menjadikan UUD
1945 benar-benar sebagai landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Masyarakat akan dapat mensikapi masalah yang dihadapi berdasarkan
norma-norma konstitusional. Hal ini menjadi awal dari berkembangnya kehidupan
dan pemikiran konstitusional sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat
(the living constitution)
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hieraki peraturan perundang-undangan di indonesia menurut
Undang-Undang No 10/2004 tentang pembentukan peraturan perundang –undangan :
1. UUD 1945
2. Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah.
Konstitusi
• Konstitusi berasal dari kata constituer (bhs Perancis)
yang berarti membentuk. Dimaksudkan untuk pembentukan suatu negara
• Konstitusi sebagai peraturan dasar/awal mengenai
negara. Sebagai dasar pembentukan negara, landasan penyelenggaraan bernegara
• Berarti hukum dasar- nya negara, hukum tertinggi negara
. Hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis (pengertian luas)
• Sebagai undang-undang dasar – nya negara (Konstitusi
tertulis/ pengertian sempit)
• Sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.(pengertian luas)
• Konstitusi penting bagi negara karena penyelenggaran
bernegara diatur dan didasarkan atas konstitusi negara
Isi Konstitusi
• Berisi hal-hal yg mendasar, penting bagi negara
• Umumnya bersifat garis - garis besar yang nanti
dituangkan lebih lanjut dalam peraturan perundangan dibawahnya
• Konstitusi negara umumnya berisi tentang identitas
/organisasi negara, pola kekuasaan negara, hubungan antar lembaga negara,
hubungan negara dengan warga negara, aturan tentang perubahan konstitusi
• Konstitusi juga mengandung pandangan hidup, cita-cita,
dan falsafah yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa ybs.
• Dalam jenjang norma, konstitusi termasuk kelompok
Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok negara
3.2 SARAN
sebagai generasi penerus bangsa kita harus
tahu dan memahami akan pentingnya konstitusi bagi negara,serta berusaha untuk
mempelajari semua hal yang berkaitan dengan konstitusi ini untuk dapat kita
jadikan pedoman dalam mengatasi setiap masalah dalam kapasitas kita sebagai
warga negara.
Karena adanya konstitusi ini tidak lain di
tujukan untuk menjamin hak asasi kita sebagi warga negara agar kekuasaan tidak
disalah gunakan dengan adanya norma yang memberi arah terhadap jalannya
pemerintahan sehingga para penguasa tidak bisa berlaku semena-mena.
DAFTAR
PUSTAKA
Alrasid, Harun. Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah
Oleh MPR . Revisi Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia ,
2003.
Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam
Konstitusi Dan Pelaksanaannya Di Indonesia . Jakarta : PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 1994.
------ ---------------------. Struktur Ketatanegaraan
Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945. Makalah Disampaikan dalam
Simposium yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen
Kehakiman dan HAM, 2003.
---------------------------. Konstitusi &
Konstitusionalisme Indonesia . Edisi Revisi . Jakarta : Konstitusi Press, 2005
.
---------------------------. Hukum Tata Negara dan
Pilar-Pilar Demokrasi . Jakarta ; Konstitusi Press, 2005 .
Barendt, Eric. An Introduction to Constitutional Law. New
York : Oxford University Press, 1998.
Mahfud MD. , Moh. Dasar Dan Struktur Ketatanegaraan
Indonesia . Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta, 2001.
Montesquieu. The Spirit of the laws. Translated by Thomas
Nugent. London : G. Bell & Sons, Ltd, 1914.
Phillips, O. Hood and Paul Jackson. Constitutional And
Administrative Law . Eighth Edition. London : Sweet & Maxwell, 2001.
Thompson, Brian. Textbook on Constitutional Law &
Administrative Law. Third Edition. London : Blackstone Press Limited, 1997.
Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani,
Pokok-pokok Usulan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dan Pemilihan Presiden
Secara Langsung , dipresentasikan di hadapan Pimpinan dan Anggota Dewan
Pertimbangan Agung RI pada tanggal 15 Juni 1999 di Jakarta.
Yamin, Muhammad. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar
1945. Jilid Pertama. Jakarta : Yayasan Prapanca, 1959.
Brian Thompson, Textbook on Constitutional and
Administrative Law , edisi ke-3, ( London : Blackstone Press ltd., 1997), hal.
3.
No comments:
Post a Comment